Ada 71 Ribu Perempuan di Indonesia Memilih Childfree, Apa Alasannya?
Berdasarkan data Budan Pusat Statistik (BPS) periode 2023, diketahui ada 71 ribu perempuan Indonesia berusia 15-49 tahun memilih untuk tidak memiliki anak (childfree). Apa alasannya?
Data tersebut tertuang dalam kajian Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS, dalam artikel DATAin Edisi 2023, bertajuk Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia.
BPS melakukan survei kepada sekelompok perempuan, lalu ditemukan bahwa 71 ribu perempuan mengaku tidak ingin memiliki anak.
Prevalensi perempuan childfree dalam kajian ini, dihitung dari perempuan berusian 15-49 tahun yang pernah menikah, tetapi belum pernah memiliki anak dalam keadaan hidup.
Dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pertanyaan terkait anak ini diberikan khusus kepada mereka yang tidak menggunakan alat KB.
Menurut hasil Susenas, persentase perempuan childfree di Indonesia saat ini sekitar 8%, hampir setara dengan 71 ribu orang. Seandainya pertanyaan terkait anak dapat diberikan juga kepada mereka yang menggunakan alat KB serta mereka yang belum menikah, tentunya jumlah perempuan childfree di Indonesia lebih tinggi dari yang ada saat ini.
Apa Itu Childfree?
Berdasarkan definisi BPS, childfree mengacu pada individu dewasa atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui proses adopsi.
Menjalani hidup secara childfree tidak ada kaitannya dengan kesehatan fertilitas seseorang, tetapi murni karena pilihan hidup.
Banyak masyarakat childfree yang beranggapan bahwa ada harga mahal yang harus dibayar serta banyak aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi yang harus dikorbankan dalam parenting.
Sejak 1971, hasil sensus penduduk menunjukkan bahwa total fertility rate (TFR) Indonesia terus menurun. TFR merupakan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya, yaitu perempuan dalam rentang usia 15-49 tahun.
Selama hidupnya, sebagian besar perempuan Indonesia melahirkan dua anak dalam dua dekade terakhir. Tren penurunan TFR merupakan fenomena global yang terjadi hampir di semua negara. Artinya, seiring bertambahnya waktu, semakin sedikit anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan semasa hidupnya.
Selain keputusan untuk memiliki lebih sedikit anak, tren penurunan TFR juga mengindikasikan semakin banyak perempuan yang menunda untuk memiliki anak, bahkan sebagian di antaranya memilih untuk childfree.
Tren Childfree di Indonesia
Persentase perempuan childfree di Indonesia cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Meskipun prevalensinya sedikit tertekan di awal pandemi Covid-19, tetapi persentasenya kembali menanjak di tahun-tahun berikutnya.
Kebijakan work from home nampaknya cukup memengaruhi keputusan seseorang untuk memiliki anak.
Di tahun 2022, sekitar 8 orang dari 100 perempuan usia produktif yang pernah kawin tapi belum pernah memiliki anak serta tidak sedang menggunakan alat KB, diketahui lebih memilih hidup childfree.
Jumlah ini setara dengan 0,1% perempuan berusia 15-49 tahun. Artinya, dari 1.000 perempuan dewasa di Indonesia, 1 di antaranya telah memutuskan untuk childfree.
Namun, dengan tren kenaikan yang ada, fenomena childfree memang berkontribusi signifikan terhadap penurunan TFR di Indonesia.
Pola kenaikan jumlah perempuan childfree dalam empat tahun terakhir, memberikan indikasi bahwa angka ini kemungkinan akan naik di tahun berikutnya. Apabila tren ini berlanjut terus menerus, maka Indonesia beresiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk.
Siapa Saja yang Memilih Childfree?
Dalam kajian ini, perempuan yang memilih childfree terindikasi memiliki pendidikan tinggi atau mengalami kesulitan ekonomi.
Perempuan yang mengejar pendidikan lebih tinggi lebih sering menunda dan bahkan tidak berkeinginan untuk memiliki anak, khususnya mereka yang menempuh S2 atau S3.
Meningkatnya persentase perempuan childfree lulusan perguruan tinggi di Indonesia, mengindikasikan adanya asosiasi yang kuat antara level pendidikan tinggi dan paradigma baru kepemilikan anak. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa perempuan childfree berpendidikan SMA ke bawah justru jauh lebih tinggi persentasenya.
Menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), level pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesempatan kerja yang selanjutnya akan menentukan status perekonomian seseorang.
Jadi, keputusan hidup childfree di Indonesia sepertinya tidak hanya dipengaruhi oleh membaiknya level pendidikan, tetapi juga dilatari oleh kesulitan ekonomi.
Temuan tersebut didukung oleh fakta keterlibatan para perempuan yang berkomitmen untuk tidak memiliki anak ini di dunia kerja.
Berdasarkan Susenas 2022, sekitar 57% perempuan childfree ternyata tidak terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi. Jadi, faktor ekonomi memang tidak dimungkiri sebagai salah satu penentu keputusan hidup tanpa anak.
Sementara itu, para childfree yang sibuk bekerja, sebagian besar dari mereka terlibat aktif di sektor perdagangan. Berita baiknya, adalah lebih dari 80% perempuan childfree sudah menempati rumah milik sendiri di tengah menanjaknya harga properti.
Dalam jangka pendek, perempuan childfree dapat dikatakan meringankan beban anggaran pemerintah karena subsidi pendidikan dan kesehatan untuk anak menjadi berkurang.
Namun, dalam jangka panjang, perempuan childfree ini akan menua tanpa keluarga. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah cukup siap memberikan jaminan sosial yang comprehensif untuk mereka (assistance for seniors).
Distribusi Perempuan Childfree Menurut Wilayah
Pulau Jawa merupakan pusat berkembangnya paradigma childfree di Indonesia. Di tahun 2022, persentase perempuan yang tidak ingin memiliki anak di wilayah ini hampir mencapai 9%. Sebagian besar dari mereka berdomisili di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Para perempuan childfree ini, cenderung lebih banyak hidup di perkotaan yang kemungkinan karena masyarakat kota sangat terbuka terhadap modernisasi pola pikir.
Di awal penyebaran Covid-19, pemerintah mulai menerapkan kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat di luar rumah. Secara umum, prevalensi perempuan childfree pada periode ini menurun dibandingkan sebelum pandemi.
Namun, Susenas 2020 justru menunjukkan fenomena sebaliknya untuk DKI Jakarta dan Jawa Timur, yaitu persentase perempuan childfree di kedua provinsi ini meningkat pada awal pandemi.
Fakta ini, memunculkan dugaan bahwa Covid-19 telah menurunkan kemampuan finansial dan daya beli masyarakat DKI Jakarta dan Jawa Timur pada level yang sangat rendah. Akibatnya, semakin banyak perempuan yang memilih hidup childfree agar tidak memperburuk perekonomian keluarga.
s8l5x1
url49a