Canggih, Peneliti di India Kembangkan Sistem untuk Buka Kunci Ponsel Pakai Napas
Peneliti dari Institut Teknologi India Madras, Chennai, India, mengembangkan sistem yang memungkinkan kita membuka kunci ponsel hanya dengan embusan napas.
Perbedaan fisik, fitur wajah, dan sidik jari, adalah identitas pribadi yang biasanya digunakan membedakan satu orang dengan yang lainnya.
Belakangan ini, perangkat teknologi seperti ponsel pintar, mengadopsi konsep tersebut untuk membantu mengidentifikasi identitas seseorang.
Tidak heran jika cara untuk membuka kunci ponsel seseorang menjadi sangat bervariasi. Mulai dari pengenalan wajah, retina mata, hingga sidik jari.
Bukan hanya ponsel, teknologi identifikasi sidik jari juga kerap digunakan oleh perbankan, perkantoran, atau institusi pendidikan untuk memverifikasi dan mengamankan data seseorang.
Namun, bagaimana jika kini kita juga sudah bisa membuka kunci ponsel pintar hanya dengan menggunakan napas?
(Membuka ponsel pakai napas. Foto: DW Indonesia)
Buka Kunci Ponsel Pakai Napas Manusia
Hal inilah yang dikembangkan para peneliti dari IIT Madras. Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Mahesh Panchagnula dari Departemen Mekanika Terapan dan Teknik Biomedis di IIT Madras, sedang mengembangkan cara untuk menggunakan napas manusia untuk menciptakan tanda tangan yang unik.
Menyitat dari situs web IIT Madras, ketika teknologi ini dikembangkan ke dalam sebuah aplikasi, maka teknologi ini dapat digunakan di bidang medis atau untuk identifikasi biometrik. Misalnya, seperti membuka kunci ponsel dan membuka pintu berdasarkan data dari napas manusia.
Tim tersebut sedang menguji hipotesis bahwa struktur turbulensi dalam napas manusia yang diembuskan, dapat dieksploitasi untuk membangun algoritma biometrik. Penelitian ini bergantung pada gagasan, bahwa jalan napas ekstratoraks setiap individu sangat unik, sehingga menjadikan napas yang diembuskan setiap orang sebagai biomarker.
Untuk mengevaluasi kinerja algoritme, para peneliti menggunakan dataset sampel rangkaian waktu napas yang diembuskan dari 94 orang.
Algoritme konfirmasi pengguna berkinerja sangat baik untuk set data yang diberikan, dengan tingkat konfirmasi yang benar lebih dari 97%.
Prof. Panchagnula menjelaskan, “Ketika seseorang bernapas, udara meninggalkan paru-paru melalui geometri ekstrathoraks. Setiap manusia cenderung memiliki sedikit perbedaan dalam geometri ekstrathoraks ini. Tentunya, akan ada fluktuasi kecepatan pada angin yang dihasilkan.”
Prof. Panchagnula melanjutkan, melalui penelitian ini pihaknya telah menunjukkan bahwa sangat mungkin untuk membedakan satu manusia dengan manusia lainnya, melalui perbedaan pola fluktuasi kecepatan ini.
“Dalam hal ini, dua tes yang berbeda telah dilakukan untuk mengidentifikasi manusia. Salah satunya, adalah tes konfirmasi pengguna. Misalnya dalam tes ini jika seseorang mengatakan ‘Saya Mahesh’, perangkat lunak akan mengonfirmasi identitasnya. Kami telah menunjukkan 97% keberhasilan dalam tes ini. Cara lainnya, adalah dengan mencari tahu siapa mereka tanpa menyebutkan namanya. Kami telah menunjukkan 50% keberhasilan dalam hal ini,” kata Prof. Panchagnula.
(Membuka ponsel pakai napas. Foto: DW Indonesia)
Bisa Digunakan untuk Diagnosis Medis
Saat ini, Prof. Panchagnula dan timnya sedang fokus menyempurnakan dan mengembangkan penelitiannya lebih lanjut.
“Sejauh menyangkut teknologi ini, manusia harus hidup untuk menggunakannya, sehingga dapat juga digunakan sebagai bukti untuk bertahan hidup,” tegasnya.
Di masa depan, aplikasi ini diharapkan dapat digunakan dalam bidang medis, sehingga pengobatan pada pasien bisa lebih dipersonalisasi.
Pernapasan sendiri, digunakan sebagai alat diagnostik non-invasif untuk beberapa masalah medis, seperti malaria, penyakit paru-paru, bahkan diabetes.
“Terapi inhalasi diberikan kepada orang-orang dengan masalah pernapasan. Melalui (penelitian) ini, obat (bisa) dikirim langsung ke penderita penyakit saluran pernapasan. Dalam hal ini, teknologi ini dapat membantu dalam menentukan dosis obat sesuai dengan individu yang sedang dirawat karena masalah pernapasan. Jangan kaget jika teknologi ini akan ada di tangan Anda besok, di mana Anda tidak perlu berbicara lagi, cukup bernapas saja,” kata Pro. Panchagnula.