Dirayakan Setahun Sekali, Kenali Tradisi Cheng Beng khas Masyarakat Tionghoa
04 April 2025

Salah satu tradisi tahunan yang rutin dilakukan masyarakat keturunan Tionghoa, adalah tradisi cheng beng atau ziarah kubur.
Perayaan cheng beng adalah salah satu tradisi penting bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Selain memberikan penghormatan kepada leluhur, tradisi ini juga merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bentuk rasa bakti.
Perayaan cheng beng tidak hanya merupakan budaya tardisional etnis Tionghoa, tetapi juga merupakan salah satu dari empat perayaan penting suku Han.
Perayaan cheng beng umumnya jatuh pada tanggal 4-6 April, atau awal bulan Maret dalam kalender lunar. Momen ini pun bisa menjadi salah satu cara mempererat tali silaturahmi antara anggota keluarga.
Puncak perayaan cheng beng umumnya jatuh setiap tanggal 5 April. Meski demikian, masyarakat keturunan Tionghoa sudah mulai menyambut cheng beng sekitar dua pekan sebelumnya.
Mempercantik Makam Leluhur
Pada saat perayaan cheng beng, warga etnis Tionghoa akan pulang ke kampung halaman untuk berziarah ke makam leluhur, sebagai wujud rasa bakti dan hormat. Tidak hanya sekadar berdoa, tetapi mereka juga akan membersihkan dan mempercantik makam leluhurnya.
Mendekati hari cheng beng, biasanya setiap keluarga mulai sibuk menyiapkan berbagai barang persembahan, seperti dupa, lilin, kertas sembahyang, buah, dan lainnya.
Umumnya, mereka akan menyalakan lilin, dupa (hio), dan membakar kertas sembahyang karena ini sudah menjadi tradisi sejak zaman dulu.
Perayaan cheng beng bagi warga Tionghoa sebenarnya tidak sekadar menyembah dan mengenang budi para leluhur saja, tetapi juga menjadi momen penting berkumpul bersama keluarga.
Pada hari kunjungan, sejak subuh sebelum matahari terbit para peziarah sudah harus tiba di makam dan menata jamuan untuk leluhur. Jamuan itu berupa nasi, lauk pauk, teh, arak, buah-buahan, dan kue sebagai simbol pelayanan terhadap leluhur yang telah tiada.
Persembahan yang diberikan, biasanya berupa makanan yang sangat disukai oleh leluhur dan ditata sedemikian rupa agar terlihat indah.
Pada prosesi tersebut mereka juga diharuskan untuk membawa kim ci. Kim ci adalah kertas sembahyang dan uang-uangan berbahan kertas yang akan dibakar untuk membekali para arwah di alam baka.
Ritual selanjutnya adalah penyusunan lilin (lak cek), ini memiliki makna sebagai lambang dari penerangan yang dipercaya akan menerangi roh para leluhur di akhirat. Lilin tersebut, harus tetap dalam kondisi menyala di saat keluarga sedang melakukan sembahyang cheng beng.
Sementara itu, dupa berfungsi sebagai alat untuk memanggil arwah leluhur pada saat-saat tertentu, juga sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal dunia. Dupa yang dibakar masyarakat Tionghoa saat sembahyang, melambangkan keharuman yang diharapkan tersebar ke seluruh penjuru alam.
Ada juga tempat dupa (hiolo), tempat dupa ini biasanya dibawa sendiri dari rumah, tetapi saat ini makam sudah banyak didesain memiliki tempat dupa sendiri, sehingga banyak keluarga yang tidak lagi membawa tempat dupa saat ziarah kubur.
Mendoakan Leluhur
Setelah semuanya selesai disiapkan, proses selanjutnya adalah sembahyang. Pada tahap ini, masing-masing anggota keluarga memanjatkan doa dengan menghadap ke arah thusin dengan menyalakan dupa untuk keselamatan agar arwah leluhur tenang di alam baka.
Adapun penghormatan dilakukan dengan cara membungkukkan tubuh sebanyak tiga kali, lalu berdoa dan kembali menghormati sebanyak tiga kali dan menancapkan dupa di tempat dupa di depan makam.
Proses sembahyang dan penghormatan ini, dilakukan berdasarkan tingkatan umur dalam keluarga, dimulai dari anggota keluarga yang paling tua, kemudian disusul oleh yang lebih muda dan seterusnya.
Beragam doa pun dipanjatkan dalam ziarah kubur ini, mulai dari diberikan kemurahan rezeki, kesejahteraan, umur yang panjang, dan roh-roh leluhur agar tetap bersama mereka selamanya untuk menjaga dan memberi berkat yang melimpah.
Setelah melakukan ritual sembayang, keluarga mempersembahkan barang-barang duplikasi dari kertas seperti baju, sepatu, rumah, mobil, TV, dan barang-barang kebutuhan hidup lainnya.
Terdapat juga uang akhirat yang disebut Kimcua (uang emas) dan Gincua (uang perak). Uang ini dipersembahkan kepada roh leluhur dengan cara dibakar. Mereka percaya, kehidupan di akhirat tidak jauh berbeda dengan kehidupan di dunia.
Barang-barang tersebut, nantinya akan dipakai dan digunakan oleh roh leluhur untuk memenuhi kebutuhannya di akhirat selama setahun sampai pada perayaan cheng beng tahun berikutnya.
Bagian akhir dari ritual tradisi cheng beng, ditutup dengan cara berpamitan di depan makam leluhur. Ini dilakukan agar roh leluhur bersedia untuk datang mengunjungi rumah mereka nantinya.
Thank you for the post, i will wait your next post!
Thank you! waiting your next post!