Genius! Teliti Soal Sel Punca, Mahasiswa Indonesia Raih Hak Paten di Inggris
Mahasiswa doktoral asal Indonesia, Rizal Azis, berhasil mendapatkan hak paten dari pemerintah Inggris atas penelitiannya mengenai pengembangbiakan sel punca nonhewani (xeno-free).
Rizal yang kini tengah menempuh studi di University of Nottingham, Inggris, telah melakukan serangkaian penelitian sel punca ini bersama pembimbingnya, Profesor Nick Hannan, sejak tahun 2020.
Menyitat dari situs web Universitas Gadjah Mada (UGM), sel punca adalah sel yang belum terdiferensiasi, artinya sel ini dapat berubah menjadi sel yang spesifik seperti sel jantung, sel darah, dan sel tulang.
Sel punca berasal dari dua sumber utama, yaitu jaringan orang dewasa dan embrio. Para peneliti juga telah mengembangkan berbagai teknik untuk dapat memprogram sel punca untuk berubah menjadi sel lain.
Hak paten mengenai pengembangbiakan sel punca ini, diberikan oleh pemerintah Inggris setelah menerima pengajuan melalui University of Nottingham.
Hak paten ini, menjadi kontribusi berharga bagi komunitas ilmiah karena memungkinkan para peneliti menghasilkan berbagai jenis sel hanya dengan satu formulasi media.
“Selain itu, paten ini dapat dipakai memperbanyak jenis sel yang diinginkan untuk aplikasi klinis sel punca karena bebas dari komponen hewan,” ujar Professor Hannan dalam keterangannya, dikutip Rabu (9/10).
Menghasilkan Banyak Sel dengan Keamanan Tinggi
Adapun paten yang didapatkan Rizal, berkaitan dengan formulasi media pengembangbiakan sel punca terinduksi nonhewani (xeno-free) yang bisa digunakan untuk memproduksi sel imun.
Khususnya, makrofag, sel dendritik, sel jantung, sel paru-paru, dan sel hati untuk memodelkan suatu penyakit.
Rizal menjelaskan, pengobatan berbasis sel selama ini selalu menggunakan media hewani yang rentan kontaminasi.
“Temuan terbaru ini memberikan keamanan lebih tinggi, konsistensi, dan efisiensi dalam produksi sel yang sangat penting untuk penerapan klinis,” katanya.
Pengobatan menggunakan sel punca sendiri, masih menjadi kontroversi dalam dunia medis karena biayanya mahal, tingkat keberhasilan dan efek samping pengobatannya pun sulit diprediksi.
Apalagi, sebagian besar dokter selalu menggunakan media pengembangbiakan sel punca yang mengandung unsur hewan.
Untuk itu, Rizal melakukan penelitian terhadap media pengembangbiakan sel punca baru yang dapat meminimalkan risiko-risiko tersebut.
“Media xeno-free yang kami kembangkan adalah langkah maju dalam memastikan bahwa terapi sel lebih aman dan dapat diandalkan dengan penghapusan risiko dari komponen hewan, kami mampu menawarkan teknologi yang lebih sesuai untuk aplikasi klinis skala besar,” jelas Rizal.
(Ilustrasi sel punca)
Keunggulan Pengembangbiakan Sel Punca Nonhewani
Secara terperinci, ada beberapa keunggulan dari pengembangbiakan sel punca terinduksi nonhewani (xeno-free).
Pertama, bebas komponen hewani (xeno-free) yang mengurangi risiko kontaminasi patogen dalam aplikasi klinis.
Kedua, komposisi media dapat diketahui, sehingga memberi hasil pengobatan yang konsisten dan dapat diandalkan.
Ketiga, media ini fleksibel dan beragam, sehingga dapat menjadi bagian dari pengobatan hati, paru-paru, pembuluh darah, sel imun, jantung dan pankreas.
Keempat, produk ini dapat diproduksi dalam skala besar dengan mudah, sehingga lebih murah daripada produk sejenis.
Menarik Minat Perusahaan Internasional
Keberhasilan Rizal di dunia pengobatan sel punca ini, telah menarik minat dari tujuh perusahaan bioteknologi internasional di Inggris, Kanada, dan Jerman.
Perusahaan besar tersebut, berminat membeli hak paten produk ini agar dapat diproduksi secara luas.
Setelah meraih hak paten, Rizal kemudian berhasil membuat sel punca terinduksi dari pasien orang Indonesia yang merupakan pasien talasemia dan pasien normal. Sel punca terinduksi ini diberi nama RI (Republic of Indonesia) cells.
Bisa dibilang, penemuan ini akan meningkatkan level keberhasilan pengobatan berbasis sel untuk orang Indonesia ke depannya, tanpa harus menggunakan sel punca terinduksi dari negara lain seperti Korea, Jepang, dan Inggris yang memiliki susunan genetis berbeda dengan orang Indonesia.
Melalui penggunaan sel punca terinduksi bergenetik Indonesia, dokter dan peneliti dapat merancang pengobatan, memodelkan penyakit, dan melakukan uji coba obat yang disesuaikan dengan kondisi genetik pasien Indonesia.
“Pengembangan sel punca terinduksi ini, adalah langkah besar dalam memungkinkan penelitian yang lebih relevan secara genetik untuk populasi Indonesia. Ini memungkinkan kami untuk lebih memahami penyakit genetik dan mengembangkan terapi yang dipersonalisasi,” tutup Rizal.
Sebagai informasi, penelitian ini melibatkan berbagai pakar di bidang kedokteran dan bioteknologi. Rizal mendapatkan dukungan dari Prof. Wahyu Widowati (Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha), Prof. Ahmad Faried (Kedokteran, Universitas Padjajaran), dan Dr. Ita Nainggolan (BRIN).
Sementara itu, tim Inggris melibatkan Prof. Nick Hannan (University of Nottingham) yang berpengalaman luas dalam biologi sel dan penelitian sel punca, serta fokus pada pengembangan terapi regeneratif.