Ilmuwan Muda! Siswa Genius Ini Ciptakan Alat Deteksi Pestisida pada Makanan
Sirish Subash (14), seorang siswa kelas 9 Gwinnett School of Mathematics, Science, and Technology di Snellville, Georgia, Amerika Serikat (AS), dinobatkan sebagai ilmuwan muda terbaik di AS.
Bukan siswa biasa, julukan ilmuwan muda ini diberikan pada Subash setelah dirinya berhasil memenangkan kompetisi 3M Young Scientist Challenge 2024.
Kompetisi sains dan teknik ini, diselenggarakan oleh Discovery Education dan 3M untuk siswa sekolah menengah di AS.
Pada kompetisi tersebut, Subash menciptakan sebuah detektor pestisida genggam yang dapat digunakan di rumah.
Atas penemuan ini, Subash berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar USD 25.000 (Rp394 juta asumsi kurs Rp15.765). Hadiah tersebut, rencananya akan diinvestasikan untuk biaya kuliahnya nanti.
(Sirish Subash. Foto 3M/Grace Maliska)
Gunakan AI untuk Deteksi Residu Makanan
Mengutip dari Good News Network, Subash menciptakan alat bernama PestiSCAND untuk mendeteksi residu pestisida pada makanan.
Penemuan ini, didasari oleh rasa ingin tahunya terkait higienitas pada makanan. Apalagi, kata Subash, sang ibu selalu menyuruhnya untuk mencuci buah sebelum memakannya. Namun, Subash sendiri bertanya-tanya apakah mencuci buah dengan air cukup untuk membuat makanannya menjadi bersih.
Subash sendiri, mengetahui bahwa 70% produk makanan mengandung residu pestisida yang bisa menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker dan Alzheimer, sehingga mencuci buah atau sayur hanya menghilangkan sebagian kontaminasi di permukaan makanannya.
“Jika kita dapat mendeteksinya, kita dapat menghindari mengonsumsinya, dan mengurangi risiko masalah kesehatan tersebut,” ujar Subash dalam keterangannya, dikutip Selasa (29/10).
Alat deteksi PestiSCAND menggunakan spektrofotometri, untuk mengukur panjang gelombang cahaya yang memantul dari permukaan buah dan sayuran.
PestiSCAND akan menggunakan pembelajaran mesin untuk memberi tahu Anda apakah makanan Anda bebas pestisida.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Cara menggunakan alat ini pun cukup mudah. Pengguna hanya perlu mengunduh aplikasi PestiSCAND, lalu arahkan alat tersebut ke makanan yang ingin dipindai.
Setelah memindai makanan, PestiSCAND menggunakan model pembelajaran mesin AI untuk menganalisis gelombang cahaya untuk menentukan keberadaan pestisida pada makanan. Melalui PestiSCAND, pengguna bisa melihat apakah perlu mencuci makanan lagi atau tidak.
“Itulah tujuan utama dari PestiSCAND, untuk membantu masyarakat memastikan bahwa mereka tidak mengonsumsi pestisida yang digunakan pada sayur atau buah, sehingga mereka dapat menghindari risiko kesehatan yang bisa terjadi,” kata Subash.
Sebelum meluncurkan alat deteksi ini, Subash telah melakukan pengujian pada lebih dari 12.000 sampel, seperti apel, bayam, stroberi, dan tomat.
Penggunaan bahan yang berbeda, memantulkan dan menyerap panjang gelombang cahaya yang berbeda pula. Menariknya, PestiSCAND dapat mencari panjang gelombang spesifik yang terkait dengan residu pestisida.
Melalui sensor dan prosesornya, prototipe ini mencapai tingkat akurasi deteksi lebih dari 85% yang memenuhi tujuan utamanya, yakni efektivitas dan kecepatan.
Meskipun dia telah menyelesaikan banyak uji coba, Subash percaya bahwa PestiSCAND akan menjadi alat yang sangat membantu.
“Saya akan merekomendasikan, seperti melakukan pembilasan. Idenya adalah, setelah Anda mencuci produk, Anda bisa melihat apakah produk tersebut benar-benar bersih. Ini bukan untuk menggantikan pencucian, tetapi untuk membantu memastikan bahwa produk yang dibeli benar-benar bersih,” jelas Subash.
(Sirish subash via USA Today)
Rencana ke Depan
Subash mengaku, dirinya berencana untuk terus mengerjakan prototipe dengan target harga hanya USD 20 (Rp315 ribu) per perangkat, serta berharap dapat memasarkannya lebih luas saat dia mulai berkuliah.
Sebagai salah satu dari sembilan finalis dalam kompetisi ini, Subash menghabiskan empat bulan terakhir bekerja dengan salah satu ilmuwan 3M untuk membantu menyempurnakan prototipe mereka.
“Dalam 15 tahun, saya berharap dapat merancang dan membuat perangkat yang dapat membantu membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, terutama dalam hal perubahan iklim dan isu-isu lingkungan,” tutup Subash.