Jaga Hutan dan Lestarikan Nilai Adat, Said Tolao Bangun Sekolah Alam Toro di Tengah Hutan
Pengawas Hutan Adat (Tondo Ngata) Toro, Said Tolao (74) mendirikan Tondo Lino Ngata Toro atau Sekolah Alam Toro, untuk anak-anak belajar tentang adat istiadat dan pelestarian alam.
Anak-anak di Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, memiliki rutinitas untuk menghadiri Tondo Lino Ngata Toro atau Sekolah Alam Toro di desanya.
Sekolah ala mini dihadiri anak-anak selama 3x seminggu dengan waktu belajar pukul 13.00-15.00 WITA.
(Sekolah Alam Toro. Foto: tangkapan layar YouTube SEA Today)
Terpanggil untuk Mengajarkan Nilai Adat
Said mengaku, sekolah alam ini dibangun dari pengalamannya mengelola Taman Nasional Lore Lindu selama lebih dari 27 tahun.
Said yang juga berprofesi sebagai petani mengatakan, dirinya merasa terpanggil mengajarkan nilai adat dan konservasi lingkungan kepada anak-anak kecil di daerahnya.
Bisa dibilang, sekolah alam ini merupakan terobosan baru di wilayah adat Kulawi di dunia pendidikan.
Dalam bahasa Kulawi, Sekolah Alam “Tondo Lino Ngata Toro” artinya adalah pengawasan dunia melalui alam dari wilayah Tanah Adat Toro.
Menyitat dari Sindo News, Said menuturkan motivasinya mendirikan sekolah alam muncul sejak ia tinggal bertahun-tahun di tengah hutan.
“Di tengah kesibukan untuk bertani dan berkebun, saya ingin menanamkan akhlak sosial kepada generasi masa depan masyarakat Adat Ngata Toro yang saya temukan di hutan, sehingga mereka dapat menerapkan kehidupan yang berakhlak dan moral tinggi. Itu alasannya Sekolah Alam Tondo Lino Ngata Toro hadir di tanah adat Kulawi,” ujar Said dikutip Senin (3/6).
(Ruang kelas Sekolah Alam Toro. Foto: tangkapan layar YouTube SEA Today)
Menyitat dari Media Alkhairaat, sekolah itu punya puluhan murid dengan rata-rata usia sekolah dasar. Lembaga adat turut menunjuk beberapa tetua dan pemuda untuk berperan sebagai pengajar.
“Pada awal dibuka, murid saya berkisar 50 orang, terdiri atas anak SD sampai SMP,” ungkapnya.
Di sekolah alam tersebut, anak-anak diajarkan aturan-aturan adat, aturan pengawasan hutan, dan bagaimana menjaga hutan dengan tidak menebang pohon sembarangan, seperti pada kemiringan 30-45 derajat dan 50 meter dari daerah aliran sungai (DAS).
“Jadi tidak boleh sembarang tebang pohon seperti pada kemiringan, pasti lama-lama longsor,” jelas Said kepada murid-muridnya.
Said juga mengajarkan berbagai pengetahuan lainnya seperti etika, nama-nama rumah-rumah adat, rumah tinggal, gunung-gunung wilayah Kulawi, peraturan dan lain sebagainya.
Menurutnya, anak-anak perlu diajarkan etika sedini mungkin agar generasi muda punya etika dan akhlak.
“Pendidikan hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saya memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa hutan merupakan laboratorium dunia dan lapangan pendidikan dunia internasional,” kata Said.
(Anak-anak belajar di Sekolah Alam Toro. Foto: tangkapan layar YouTube SEA Today)
Upaya Menjaga Hutan
Walapun sejak 2016 sekolah alam milik Said belum tersentuh pemerintah daerah, tetapi ia bersama rekan-rekannya yang juga masyarakat Ngata Toro akan terus mengajar anak-anak.
Said berharap, melalui sekolah alam ini hutan dan alam tetap terjaga kelestariannya, sehingga masyarakat adat Ngata Toro dapat mempertahankan warisan leluhurnya.
Sebagai informasi, secara administrasi, Ngata Toro termasuk dalam wilayah Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Ngata Toro merupakan salah satu desa adat yang masih berpegang teguh pada penerapan peraturan adat ataupun sanksi adat warisan leluhur, sehingga kehidupan masyarakatnya aman dan damai.
Area Ngata Toro terletak di lembah, dikelilingi pegunungan dengan hutan rimbun. Selain permukiman, area itu menampakan hamparan sawah dan kebun.
Lingkungan di desa ini pun sangat terjaga. Aturan adat Ngata Toro, telah membagi tujuh area tradisional, dari Wana Ngkiki (zona inti) sampai Kaharua (halaman rumah, area privat).
Lembaga adat punya peran sentral dalam menjaga nilai-nilai warisan leluhur. Mereka akan memberikan sanksi kepada siapa saja yang melanggarnya.