Ahmad yang tinggal di Desa Jayagiri, Kec. Sindangbarang, Kab. Cianjur, mendirikan sekolah gratis ini pada tahun 2020 lalu.
Ahmad menjelaskan, di desanya sudah ada Sekolah Dasar (SD) yang bisa memfasilitasi anak-anak untuk belajar.
Namun, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), para murid harus menempuh jarak 3 km dengan melewati jalan yang rusak.
Untuk itu, Ahmad bertekad untuk memberikan pendidikan gratis bagi murid di desanya agar tidak perlu mengenyam pendidikan dengan jarak yang jauh.
Awal Mula Membangun Sekolah
Ahmad bercerita, saat itu dirinya sudah menjadi tenaga pengajar honorer di SD Budi Bakti lebih dari 10 tahun. Demi memenuhi tuntutan ekonomi yang semakin tinggi, Ahmad pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari sekolah dan pergi merantau.
“Di perantauan itu saya itu bekerja sebagai kuli bangunan. Di sana saya itu berpikir bahwa saya harus pulang dan mengumpulkan uang,” ujar Ahmad dikutip dari kanal YouTube Mimpi Jadi Nyata, Jumat (24/11).
Ahmad pun terinspirasi dari perajin ijuk yang ia temui di perantauan. Setelah itu, Ahmad berpikir untuk menguasai keterampilan baru di rumah agar tidak perlu lagi keluar dari sekolah.
Setelah mengumpulkan cukup uang di perantauan sebagai kuli bangunan dan pemulung besi, Ahmad bisa pulang dan memiliki modal untuk membuat produk sapu ijuk sendiri yang ia beri nama Dua Sahabat.
Dibantu warga sekitar, akhirnya Ahmad bisa mendapatkan uang dengan produk sapu ijuknya sendiri. Di dalam sehari, Ahmad bahkan bisa membuat sampai 100 buah sapu ijuk.
Ahmad menjual produk tersebut dengan harga Rp8.000 per sapu. Perinciannya, dana Rp4.000 ia gunakan kembali sebagai modal membuat sapu, sedangkan keuntungan Rp4.000 ia kumpulkan untuk membangun sekolah.
Ahmad sendiri memang mencintai dunia pendidikan dan ingin mengabdikan dirinya untuk mengajar anak-anak. Namun, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, Ahmad akhirnya lebih memilih untuk membuat yayasan agar ada lebih banyak anak yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMP.
“Setelah setahun berjalan, saya mendirikan yayasan, membuat izin operasional, sampai akhirnya mendirikan SMP dan PAUD. Alhamdulillah dengan produk ini saya bisa sampai ke sini,” kata Ahmad.
(SMP Pancuh Tilu. Foto: Tangkapan layar YouTube Mimpi Jadi Nyata)
Proses Pembangunan Sekolah
Proses pembangunan SMP IT Pancuh Tilu dilakukan Ahmad dengan secara mencicil. Awalnya, Ahmad membangun satu kelas yang sekarang digunakan untuk PAUD.
Barulah kemudian Ahmad membangun tiga kelas tambahan yang sekarang digunakan untuk SMP IT Pancuh Tilu.
“Ketika saya jualan sapu saya sisihkan untuk beli mebelnya, alat-alatnya, saya sisihkan lagi buat pekerjanya dan itu pelaksanaannya secara mencicil. Alhamdulillah sekarang ini SMP IT Pancuh Tilu punya 3 kelas, cuma yang 1 ruangan itu multifungsi, yaitu saya gunakan untuk ruang ibadah juga ruang ngaji dan ruang kelas,” kata Ahmad.
Untuk membangun sekolah, Ahmad menggunakan material kayu dan Glass Reinforced Concrete (GRC) yang merupakan material campuran dari beton dan serat kaca.
Meski demikian, saat ini tempat tinggal Ahmad belum memiliki sumur dan toilet umum, bahkan hanya sedikit warga yang memiliki fasilitas MCK dan akses ke air bersih.
“Dana BOS memang tidak mencukupi untuk kebutuhan sekolah. Hanya cukup untuk menggaji guru saja dan operasional yang lainnya,” jelas Ahmad.
Saat ini, ada 13 tenaga pengajar yang mengabdikan dirinya di SMP IT Pancuh Tilu dan PAUD Karang Muda.
Sementara itu, jumlah murid di SMP IT Pancuh Tilu saat ini sudah mencapai 76 orang dengan 10 orang di antaranya menginap.
Tidak hanya menyediakan sekolah gratis, Ahmad juga menyediakan tempat tinggal untuk beberapa murid yang kurang mampu.
“Siswa yang menginap, bahkan makannya itu berasnya ditangung saya sendiri dan untuk lauk pauknya hasik produksi sapu ijuk tadi,” aku Ahmad.
(Pembuatan sapu ijuk oleh anak-anak sekolah. Foto: Tangkapan layar YouTube Mimpi Jadi Nyata)
Penjualan Sapu Ijuk
Tidak hanya warga sekitar, pembuatan sapu ijuk ini juga melibatkan para murid sekolah. Menurut Ahmad, anak-anak yang ikut memproduksi sapu ijuk diberi upah Rp1.000 untuk setiap sapu yang mereka buat.
Di dalam sehari, para murid menghabiskan waktu 1-2 jam untuk membuat sapu dan bisa mendapatkan upah sampai Rp20.000.
Ahmad mengajarkan keterampilan ini kepada siswa agar mereka bisa membeli keperluan sekolah dan membantu ekonomi keluarganya.
“Ketika saya nggak semangat, ketika ke sekolah lihat anak-anak, alhamdulillah saya jadi semangat kembali,” tutup Ahmad.