Pernah Dibuang Saat Kecil, Kini Sri Rejeki Dedikasikan Diri Asuh Puluhan Anak Telantar
Pernah dibuang saat kecil, kini Sri Rejeki (61) mengabdikan dirinya untuk merawat anak-anak telantar di Panti Asuhan Yayasan Pemeliharaan Bayi Terlantar (YPBT).
Sekitar 30 tahun terakhir, Sri Rejeki mengabdikan dirinya menjadi pengasuh, sekaligus pimpinan Yayasan Pemeliharaan Bayi Telantar (YPBT) dan Tempat Penitipan Anak (TPA) Siwi Mekar, Kelurahan Gayamprit, Kecamatan Klaten Selatan.
Menyitat dari Espos.id, saat ini Sri menjadi ‘Ibu’ bagi puluhan anak telantar dan kurang beruntung yang tidak diasuh orang tua kandungnya.
Beberapa anak bahkan memiliki pengalaman diletakkan di depan panti ketika masih berumur beberapa hari, kemudian ditinggal pergi orang tuanya.
Selain itu, tidak semua anak dalam kondisi normal. Ada beberapa anak dengan kondisi penyandang disabilitas mental, penyandang disabilitas rungu wicara, serta disabilitas fisik.
Meski demikian, Sri merawat mereka dengan sepenuh hati selayaknya anak sendiri.
Pernah Jadi Anak Telantar
Dedikasi Sri dalam merawat anak-anak telantar tak lepas dari masa lalunya yang pahit. Sri mengaku, dirinya juga pernah berada di posisi yang sama seperti anak-anak telantar yang diasuhnya.
Saat masih bayi, Sri sengaja ditinggalkan orang tuanya di Stasiun Jebres, Kota Solo. Sri yang masih bayi, kemudian ditemukan seorang pegawai kereta api yang kemudian membawanya untuk dirawat di salah satu yayasan di Kota Solo. Ketika berusia sekitar empat tahun, Sri dirawat di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Klaten.
“Saya dulu juga anak terbuang, dibuang di Stasiun Jebres zaman peristiwa G30S PKI jam 22.00 WIB. Sampai sekarang belum ketemu orang tua maupun saudara, saya sebatang kara, sama seperti anak-anak ini,” ujar Sri Rejeki kepada detikJateng, dikutip Jumat (15/11).
Menginjak remaja, Sri mulai aktif terlibat dalam kegiatan YPBT dan memperjuangkan hak anak-anak telantar agar bisa mendapatkan hak yang sama seperti anak lainnya.
Untuk itu, Sri kerap memperjuangkan agar anak asuh di panti ini bisa memiliki akta kelahiran, jaminan kesehatan, hingga pendidikan yang layak.
“Sebelumnya yayasan di Jl. Pramuka kemudian pindah ke Jl. Pemuda. Sejak 2003 menempati di Gayamprit sampai sekarang. Tanah dan sebagainya semua beli secara mandiri dari hasil menabung,” kata Sri Rejeki saat ditemui Espos.id, Rabu (20/4) sore.
(Yayasan Pemeliharaan Bayi Telantar (YPBT). Foto: bisik.id)
Sejarah Panti Asuhan YPBT
Panti Asuhan YPBT didirikan pada tahun 1959 oleh Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Klaten, dr. Soeradji Tirtonegoro. Beliau bersama dokter-dokter yang lain (Ikatan Dokter Klaten) kemudian mendirikan YPBT karena sering mendapat keluhan dari masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Universitas Sebelas Maret (UNS) tahun 2009, YPBT memiliki luas bangunan sekitar 290 m2.
Di dalam bangunan tersebut, terdapat berbagai fasilitas yang bisa digunakan seluruh penghuni YPBT.
Di antaranya seperti taman bermain kecil, garasi, dapur, tempat cuci dan jemur, teras, ruang TV, ruang tamu kantor, ruang tidur, ruang ganti, kamar mandi, gudang, serta beranda.
Menerima Anak dari Berbagai Latar Belakang
Pada dasarnya YPBT adalah tempat penitipan bayi. Pada awal bayi dititipkan, pihak panti dan pihak penyerah bayi (orang tua, wali, dinas sosial) sudah melakukan perjanjian mengenai biaya penitipan.
Biaya penitipan ini biasanya dibayarkan per bulan. Namun, tidak semua pihak penyerah bayi membayar biaya penitipan.
Ada yang hanya membayar pada awalnya, lalu tidak datang lagi untuk membayar biaya penitipan ataupun menengok anaknya.
Ada juga yang datang setahun sekali (pembayaran dirapel), membayar biaya penitipan anaknya dan sekalian menengok anak atau bayi yang dititipkannya di YPBT.
Sebagian besar anak-anak yang berada di Panti Asuhan YPBT, diserahkan ke panti ini saat mereka masih bayi, rata-rata saat mereka berusia 3 hari.
Ada berbagai alasan yang mendasari anak-anak ini berada di sini. Menurut Sri, kebanyakan anak-anak di sini bukan yatim piatu (tidak benar-benar tidak memiliki ayah atau ibu).
Pada sebagian besar kasus, anak-anak ini memiliki ayah atau ibu, tetapi ditelantarkan atau tidak diakui oleh orang tuanya.
Bisa karena korban asusila, orang tua bekerja ke luar negeri, atau bayi hasil temuan oleh masyarakat yang oleh polisi atau dinsos diserahkan ke YPBT.
Namun, ada juga yang menitipkan anaknya di sini karena keharusan bekerja, sehingga tidak bisa merawat anaknya. Misalnya, ibu yang tidak mempunyai suami harus bekerja, sehingga menitipkan anaknya di Panti YPBT.
Pihak panti juga tidak memberlakukan syarat khusus untuk menerima bayi. Pasalnya, jika ada syarat, maka kemungkinan bayi-bayi ini akan terlantar.
Meski demikian, pihak panti tetap meminta identitas pihak yang menyerahkan bayi tersebut ke panti. Ini karena, jika terjadi adopsi pihak panti memerlukan izin pihak bayi untuk menyerahkan kepada pihak pengadopsi.
Walaupun YPBT mengizinkan adanya adopsi, tetapi tidak semua bayi bisa diadopsi. Biasanya bayi yang diadopsi adalah bayi yang dibuang atau yang tidak ada identitas orang tuanya. Namun, tidak menutup kemungkinan bayi yang diadopsi juga masih memiliki orang tua.
Saat ini, kata Sri, jumlah anak asuhnya mencapai 50 orang mulai umur satu tahun sampai dewasa, sedangkan yang usia sekolah sudah bersekolah semua. Panti asuhan ini juga sudah merawat lebih dari 600 anak telantar dari seluruh Indonesia.
Untuk menopang kegiatan sehari-hari, panti asuhan ini mendapatkan subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Klaten, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sumbangan dari pihak lain, serta usaha mandiri (gas, galon air mineral, jualan jajanan dan sayur matang).
Kegiatan di Panti Asuhan
Kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak di YPBT sama seperti yang dilakukan anak-anak pada umumnya, yakni bermain dan belajar.
Ada kegiatan mengaji Al-Quran dengan mendatangkan guru ngaji dari daerah lain, dua kali seminggu.
Anak-anak di YPBT juga kerap membantu pekerjaan rumah, seperti menyapu, membuang sampah, dan memasak.
Sumber dana rutin berasal dari Yayasan Dharmais Jakarta, subsidi pemerintah, dan hasil penjualan dari usaha (gas, galon air mineral, jualan jajanan dan sayur matang). Sumber dana tidak rutin berasal dari donatur dan dermawan baik individu maupun kelompok, yang memberi bantuan baik berupa uang atau barang (seperti beras, mie, susu, tas). Pakaian yang dipakai anak-anak panti adalah pemberian donatur.
Meski demikian, perjuangan mengelola panti tak selalu berjalan mulus. Selama beberapa tahun terakhir, pernah tak ada dukungan dari pemerintah untuk pengelolaan panti asuhan itu. Alhasil, operasional panti mengandalkan donasi, serta hasil usaha yang digulirkan panti.
Tantangan lain, yakni banyaknya permintaan orang-orang untuk mengadopsi anak yang dirawat di panti asuhan itu.
Meski banyak rintangan mengelola panti, tetapi Sri mengaku tak ada pengalaman duka yang dia rasakan. Ia pun tidak pernah merasa lelah menjadi ibu asuh bagi puluhan anak.
“Semua disyukuri. Insya Allah, Allah swt. akan memberikan jalan yang terbaik,” tutup Sri.