Pernah Makan karena Terbawa Emosi Sesaat? Waspada Terjebak Emotional Eating

20 Maret 2025

Ilustrasi emotional eating.

Saat sedang stres, tidak jarang seseorang akan melampiaskan emosinya dengan mengonsumsi makanan kesukaan dalam jumlah banyak. Apa penyebabnya?

Bagi sebagian orang, makanan bisa menjadi sumber kenyamanan dan bisa meredakan stres berlebih. Hal inilah yang menyebabkan emotional eating.

Emotional eating cukup berbahaya karena bisa menyebabkan kehilangan kontrol diri saat makan, sehingga berujung pada peningkatan berat badan.

Apalagi, biasanya makanan yang dikonsumsi saat stres, adalah makanan berkalori tinggi, manis dan berlemak.

 

Apa Itu Emotional Eating?

Menyitat dari Mayo Clinic, emotional eating adalah kebiasaan mengonsumsi makanan sebagai cara untuk menekan atau menenangkan emosi negatif, seperti stres, kemarahan, ketakutan, kebosanan, kesedihan, dan kesepian yang terjadi bahkan saat tubuh tidak merasa lapar.

Emotional eating umumnya dipicu oleh emosi negatif yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami peristiwa besar dalam hidup atau kerepotan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa peristiwa yang bisa memicu emosi negatif, adalah konflik hubungan, pekerjaan atau pemicu stres lainnya, kelelahan, masalah keuangan, atau masalah kesehatan.

Meskipun biasanya seseorang makan dengan porsi sedikit, tetapi kebiasaan ini bisa berubah menjadi impulsif jika sedang berada dalam tekanan emosional.

Faktanya, emosi bisa menjadi begitu terikat dengan kebiasaan makan, sehingga tubuh tanpa sadar mengambil makanan setiap kali sedang merasa marah atau stres.

Perlu dicatat, bahwa emosi yang mendorong seseorang untuk makan berlebihan, hasil akhirnya sering kali sama, yakni efeknya hanya sementara.

Setelah makan, emosi yang dirasakan di awal akan kembali dan kita hanya akan menanggung rasa bersalah karena tidak bisa menurunkan berat badan. Hal ini juga dapat menyebabkan siklus yang tidak sehat karena emosi bisa memicu tubuh untuk makan berlebihan.

 

Cara Mengatasi Emotional eating

Ketika emosi negatif memicu emotional eating, Sahabat DAAI dapat melakukan beberapa hal untuk menekan keinginan tersebut.

  1. Kelola Stres: Jika stres bisa menyebabkan emotional eating, cobalah teknik manajemen stres, seperti yoga, meditasi, atau pernapasan dalam.
  2. Kenali Rasa Lapar: Kenali rasa lapar yang sedang dialami, apakah rasa laparnya disebabkan oleh faktor fisik atau emosional. Apabila Sahabat DAAI baru saja makan beberapa jam yang lalu dan perut tidak keroncongan, maka Sahabat DAAI mungkin tidak benar-benar lapar. Untuk itu, berikan waktu agar keinginan untuk makan berlalu.
  3. Cari Pengalihan: Ketika merasakan dorongan untuk emotional eating, sadari hal tersebut dan cobalah untuk menahannya. Apabila emotional eating masih menghantui, cobalah mengalihkannya dengan berjalan-jalan, duduk di luar, mendengarkan lagu, menonton film, atau berbincang dengan teman.
  4. Singkirkan godaan: Jangan menyimpan makanan yang bisa memicu peningkatan berat badan di rumah. Sebaliknya, cobalah untuk menyimpan makanan sehat seperti buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayuran.
  5. Olahraga Rutin: Meski kadar kortisol dapat bervariasi dan bergantung pada intensitas dan durasi olahraga, tetapi aktivitas fisik dapat menghambat efek negatif yang timbul akibat stres. Beberapa olahraga yang bisa dilakukan, adalah kardio, yoga atau tai chi, basket, sepak bola, atau sekadar berjalan kaki.

 

Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?

Jika Sahabat DAAI telah mencoba berbagai hal tersebut, tetapi masih tidak dapat mengendalikan emotional eating, pertimbangkan untuk menjalani terapi dengan profesional kesehatan mental.

Terapi dapat membantu memahami mengapa Sahabat DAAI makan secara emosional dan mempelajari keterampilan mengatasi masalah.

Terapi juga dapat membantu untuk mengetahui apakah Sahabat DAAI memiliki gangguan makan yang dapat berhubungan dengan emotional eating.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: