Pertama Kalinya dalam 130 Tahun, Puncak Gunung Fuji Belum Bersalju hingga Awal November
Gunung Fuji menjadi salah satu ikon wisata populer di Jepang. Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hingga awal November ini puncak Gunung Fuji masih belum terlihat bersalju.
Setiap tahun, pemandangan megah puncak Gunung Fuji yang tertutup salju menarik ratusan ribu wisatawan dari seluruh dunia.
Namun, tahun ini sedikit berbeda karena puncak gunung tertinggi di Jepang ini masih belum bersalju.
Menyitat dari Japan Today, lapisan salju di Gunung Fuji, biasanya mulai terbentuk pada tanggal 2 Oktober, bahkan tahun 2023 lalu salju pertama kali terdeteksi di gunung tersebut pada tanggal 5 Oktober.
Namun, karena cuaca yang hangat, tahun ini belum ada salju yang turun di Gunung Fuji. Fenomena ini merupakan rekor periode terlama puncak Gunung Fuji tidak bersalju, sejak pencatatan dimulai 130 tahun lalu atau pada tahun 1894.
Periode kali ini, memecahkan rekor pembentukan salju terlama sebelumnya yang tercatat pada tanggal 26 Oktober di tahun 1955 dan 2016.
Disebabkan oleh Perubahan Iklim
Yutaka Katsuta, peramal cuaca dari Kantor Meteorologi Kofu, menyatakan bahwa suhu tinggi musim panas ini telah menghambat aliran udara dingin yang biasanya membawa salju ke puncak Gunung Fuji.
Katsuta juga berpendapat, bahwa perubahan iklim mungkin menjadi salah satu faktor utama dalam keterlambatan pembentukan lapisan salju di puncak Gunung Fuji.
Musim panas di Jepang tahun ini, menjadi musim terpanas yang pernah tercatat, bahkan menyamai rekor yang terjadi pada tahun 2023 ketika gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim melanda berbagai belahan dunia.
Gunung Fuji memang selalu diselimuti salju hampir sepanjang tahun, tetapi selama musim pendakian antara Juli dan September, lebih dari 220.000 pengunjung mendaki hingga puncak.
Tidak sedikit juga yang mendaki pada malam hari agar bisa melihat matahari terbit dari puncak gunung setinggi 3.776 meter itu.
Namun, tahun ini jumlah pendaki Gunung Fuji menurun setelah pemerintah Jepang memberlakukan biaya masuk, serta pembatasan harian untuk mengatasi dampak pariwisata yang berlebihan.