Putus Rantai Kemiskinan, Susi Sukaesih Jadi Jembatan Pendidikan untuk Anak Putus Sekolah
Susi Sukaesih (38) berupaya menyelamatkan anak-anak yang putus sekolah dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ginus Itaco pada 2012 di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berprofesi sebagai guru di salah satu SMK di Jakarta ini, tergugah untuk menolong para siswa agar tetap bisa mendapat pendidikan yang layak.
Susi berprinsip, pendidikan yang baik dapat memutus rantai kemiskinan, sehingga ia mendorong anak-anak putus sekolah meraih kembali masa depan mereka.
(Murid PKBM Ginus Itaco sedang belajar. Foto: instagram.com/yayasanbaktipeduli)
Mendirikan Sekolah Gratis
Saat masih mengajar di SMK Iptek Jakarta, ada salah satu anak didik Susi yang putus sekolah karena masalah ekonomi.
“Saya sudah mencarikan orang tua asuh, tetapi orang tua (kandung)nya menolak dengan alasan kalau anaknya bekerja bisa membantu ekonomi keluarga,” ujar Susi disitat dari koran Kompas (2018), Senin (10/6).
Selain anak didiknya itu, Susi juga menemukan lebih banyak lagi anak-anak yang putus sekolah karena persoalan ekonomi keluarga mereka.
Hal ini membuatnya menjadi gelisah dan ingin berbuat sesuatu. Akhirnya Susi memutuskan mengundurkan diri sebagai pengajar di SMK Iptek dan merintis sekolah untuk anak-anak miskin.
Akhirnya, Susi berupaya menyelamatkan anak-anak yang putus sekolah dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ginus Itaco pada tahun 2012 di Kota Bekasi, Jawa Barat. PKBM Ginus Itaco merupakan sekolah kejuruan nonformal untuk siswa prasejahtera di Bekasi. Sekolah ini didirikan dengan sistem pendidikan berbasis teknologi.
Awalnya, sekolah ini berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan dengan nama SMK Itaco yang menginduk kepada SMK lain.
Nama Itaco sendiri, merupakan kependekan dari Imperial Technology Automotive and Accounting College. Sesuai dengan nama sekolah itu, Susi bermimpi dapat mengelola sekolah dengan tiga jurusan utama, yakni Teknologi Terapan, Otomotif, dan Akuntansi.
Mencari Anak Putus Sekolah
Untuk melengkapi fasilitas sekolah, Susi meminjam uang dari beberapa koleganya untuk membeli meja, kursi, dan beberapa komputer.
Setelah mendirikan sekolah, Susi kembali mencari beberapa anak prasejahtera hingga ke berbagai pelosok wilayah Bekasi.
Sejalan dengan perintisan sekolah setara SMK, maka anak-anak yang dikumpulkan Susi adalah mereka yang putus sekolah pada tingkat SMA atau sederajat. Ia menyeleksi mereka dengan melihat latar belakang ekonomi keluarga, serta keinginan kuat anak tersebut kembali melanjutkan pendidikan.
“Siswa yang saya kumpulkan ini benar-benar dari kalangan marginal. Orang tua mereka itu ada yang bekerja sebagai buruh bangunan, asisten rumah tangga, pedagang kecil, tukang ojek, ada juga siswa yang yatim piatu,” kata Susi.
Setelah terkumpul 25 anak putus sekolah yang ada di Kota Bekasi, Susi kemudian mencari orang tua asuh yang mau membiayai anak-anak itu kembali bersekolah. Dalam upayanya, Susi mengajukan proposal disertai profil setiap anak yang berasal dari keluarga miskin.
“Awalnya kami mencari orang tua asuh yang berasal dari kalangan teman dekat sendiri. Mereka masih memberikan sebagian penghasilan untuk membantu siswa kembali sekolah,” jelas Susi.
Tidak hanya murid, Susi juga berjuang mencari guru yang bisa membantunya mengajar para peserta didik. Susi terus mengerahkan tenaga dan upaya hingga akhirnya jumlah donatur, orang tua asuh, serta jumlah peserta didik semakin bertambah.
Selanjutnya, Susi memutuskan mengganti nama SMK Itaco menjadi PKBM Genus itaco yang berbasis sekolah non formal pada 2016 anak putus sekolah yang diterima pun lebih beragam mulai dari siswa setara SMP hingga SMA yang nantinya diarahkan untuk mengikuti ujian Kejar Paket B dan Kejar Paket C.
(Siswa sedang belajar menjahit)
Siswa Wirausaha
Susi menemui sejumlah persoalan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Pasalnya sebagian siswa kerap tidak datang ke sekolah lantaran tidak punya ongkos transportasi.
Ia pun kembali memutar otak agar anak-anak tersebut bisa datang ke sekolah. Akhirnya, pada 2013 Susi mencoba menggagas komunitas Siswa Wirausaha (Student Entrepreneurs).
Komunitas ini, dibuat agar para siswa punya keterampilan dan mampu menghasilkan produk yang bisa dijual. Hasil wirausaha itu, diharapkan sebagian dikembalikan kepada siswa agar mereka bisa memiliki uang transportasi dan uang saku.
Usaha yang dijalankan berganti-ganti, mulai dari percetakan dan sablon, berjualan rujak es krim, keripik kentang, hingga akhirnya konveksi pada pertengahan 2015.
Usaha konveksi ini, dilakukan setelah para siswa mendapat pelatihan di bidang konveksi dari sebuah organisasi nirlaba. SMK ini kemudian mendapat sejumlah bantuan peralatan mesin lebih dari berbagai lembaga dan instansi.
Setelah mengikuti berbagai pelatihan dan mengumpulkan peralatan produksi, di tahun 2017 siswa mulai menghasilkan produk sendiri.
Sepanjang tahun itu, para siswa mampu menghasilkan dan menjual sekitar 1.500 produk yang kebanyakan cendera mata. Omzet mereka perbulan rata-rata mencapai Rp13 juta, dengan pelanggan kebanyakan adalah lembaga pemerintah atau perusahaan.
Namun, tidak semua anak dilibatkan dalam komunitas kewirausaha itu, sebab beberapa dari mereka bekerja di tempat lain. Adapun setiap anak yang terlibat dalam membuat produk pesanan konsumen akan memperoleh uang saku Rp15.000 per produk yang diproduksi.
Hingga saat ini, Susi masih terus berupaya mengembangkan usaha ini agar semakin banyak anak-anak yang meneruskan sekolah.
Memberikan Keahlian Dasar bagi Murid
Selama proses belajar mengajar, para siswa PKBM Ginus Itaco dibekali berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian. Berbekal modal beberapa komputer, para murid digerakkan untuk belajar kreatif demi mengasah kemampuan dan keahlian mereka.
Di sekolah. para siswa mendapatkan ilmu pemrograman, desain grafis, broadcasting, serta berbagai keahlian lainnya.
Di PKBM Ginus Itaco, para siswa tak hanya bersekolah, mereka juga diajarkan untuk berwirausaha, sehingga bisa memperoleh penghasilan.
Mereka diajarkan cara memulai usaha jasa pembuatan desain, pembuatan pin, menulis buku wirausaha, jasa entry data, servis komputer, admin media sosial, content writer, dan pembuatan produk kaus anak yang diberi label “Pumpkidz”.
Ilmu tersebut, diberikan secara gratis bagi peserta didik yang tergolong dalam ekonomi rendah, anak yatim, dan piatu.
Walaupun bukan sekolah formal layaknya sekolah negeri, tetapi PKBM Ginus Itaco tidak asal memberikan ijazah kepada para lulusannya.
Ijazah yang didapat para lulusan PKBM Ginus Itaco adalah Paket A yang setara SD, Paket B yang setara SMP, dan Paket C yang setara SMA.
Untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah, para peserta didik wajib mengikuti pelajaran setidaknya selama dua tahun. Semua siswa didorong untuk menguasai bidang keahlian yang paling mereka minati.
Tujuannya, agar setelah lulus para siswa dapat langsung mengaplikasikan kemampuannya dan bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Selain itu, dengan ilmu wirausaha yang telah didapatkan di sekolah, mereka dapat memulai berwirausaha guna membantu perekonomian keluarga dan meningkatkan taraf hidupnya.
(Prestasi Susi Sukaesih)
Prestasi PKBM Ginus Itaco
Banyak prestasi yang telah diraih Susi Sukaesih dan PKBM Ginus Itaco, di antaranya Juara 2 Lomba Wirausaha dalam acara Guruku Education Festival, Juara Harapan 2 Lomba Website sekolah Kota Bekasi, dan Juara 1 Lomba Desain Logo Developer Ilmu Berbagi.
Atas kontribusinya terhadap pendidikan anak-anak putus sekolah di lingkungan tempat tinggalnya, Susi Sukaesih berhasil meraih penghargaan UGM Alumni Awards 2020, sebagai Pelopor Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar pada Malam Insan Berprestasi Universitas Gadjah Mada pada 2020.
Namun, bagi Susi penghargaan yang paling membanggakan adalah beliau berhasil menebarkan semangat pantang menyerah dengan keadaan kepada banyak orang di luar sana, serta berhasil menumbuhkan jiwa wirausaha kepada para pelajar dan masyarakat.