Salut! Ibu Tunanetra Ini 10 Tahun Berdedikasi Merawat Owa Jawa Sendirian
Tini (52) warga Kampung Lengkong, Sukabumi, sudah 10 tahun mendedikasikan diri merawat owa jawa. Hebatnya, Tini bisa merawat owa jawa dengan penuh kasih meski dalam keadaan tunanetra.
Cinta kasih bisa menyebar tanpa memandang makhluk. Hal ini tercermin dalam tindakan Tini yang berkomitmen merawat owa jawa selama 10 tahun terakhir.
Owa jawa (Hylobates moloch) adalah primata endemik Pulau Jawa yang terancam punah. Owa jawa merupakan satu-satunya primata tidak berekor dari keluarga owa.
Owa Jawa memiliki ciri khas tubuh ramping, tangan yang lebih panjang dari tubuhnya, dan digunakan untuk berayun.
Hewan ini terancam punah karena maraknya perburuan liar dan penciutan habitat alam. Habitat Owa Jawa tersebar di Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Halimun, Gunung Salak, dan Taman Nasional Gede Pangrango.
(Owa Jawa di kampung Tini)
Merasa Malu dengan Mahasiswa Asing
Dedikasi Tini dalam merawat owa jawa, muncul saat dirinya mendapatkan kunjungan penelitian dari mahasiswa asing ke kampung halamannya.
Tini sendiri sudah tak asing dengan owa jawa karena dirinya lahir dan besar di dekat habitat hewan tersebut. Namun, pandangannya berubah saat ada mahasiswi dari Belanda yang berkunjung ke kampungnya.
Kala itu, kata Tini, mahasiswa asing ini ingin mengerjakan tugas akhir yang mengangkat isu soal owa jawa.
“Kebetulan dia datang ke rumah almarhum kakak saya dan kakak saya meminta saya untuk menemani dia ke hutan. Itu pertama kali ketika saya berbincang sama dia,” ujar Tini disitat dari tayangan YouTube Mimpi Jadi Nyata DAAI TV.
Tini yang penasaran pun banyak bertanya kepada mahasiswa tersebut. Mulai dari asal negaranya, alasan mahasiswa tersebut meneliti owa jawa, hingga biaya yang harus mereka keluarkan untuk melakukan penelitian ke Indonesia.
Setelah mendengar jawaban dari mahasiswa tersebut, Tini mengaku merasa malu karena kurangnya kepedulian masyarakat sekitar, termasuk dirinya, terhadap kelangsungan hidup owa jawa.
“(Saya cinta owa) awalmnya karena rasa malu. Mereka yang datang dari Eropa, bahasa kita pun mereka enggak mengerti. Mereka keluarkan biaya banyak, terus mereka juga kalau di kampung saya mereka tidur ala kadarnya, tapi mereka mau menjaga dan berjuang untuk keselamatan owa jawa yang kita punya,” ungkap Tini.
Perjuangan para mahasiswa asing dalam meneliti owa jawa, membuat hatinya terketuk untuk turut serta melestarikan hewan tersebut.
“Saya merasa, kalau notabenenya itu kan owa jawa ada di kampung saya, ada di lingkungan saya, dan untuk datang ke sana saya tidak butuh biaya karena bisa diakses dengan jalan kaki. Kenapa saya tidak peduli dengan mereka? Sementara mereka saat ini sudah menjadi primata langka. Padahal di negara lain enggak ada (owa jawa). Itu hanya ada di kita dan khususnya di kampung saya,” lanjut Tini.
Sejak saat itu, Tini rutin memberikan makanan berupa buah-buahan kepada keluarga owa yang ada di kampung halamannya.
(Tini menelusuri hutan untuk memberi makan owa jawa)
Memberi Makan Owa Jawa
Tini mengaku, kondisi tunanetra yang dialaminya muncul secara mendadak. Padahal, ia lahir dan besar dengan penglihatan normal.
Pada Desember 2016, saat Tini sedang melakukan penelitian di tengah hutan, tiba-tiba saja pandangannya menjadi gelap.
“(Penglihatan saat ini) yang kanan sekitar 20%-an mungkin bisa melihatnya, tetapi mata yang kiri (gelap) total,” kata Tini.
Meski demikian, kondisinya yang tunanetra tidak menghalangi Tini untuk masuk ke hutan dan memberi makan owa jawa.
Tini juga fasih mengunjungi hutan untuk memberi makan owa jawa karena ia selalu melewati medan yang sama setiap harinya.
“Kalau jatuh itu sudah hal biasa. Kalau jatuh, kan, sudah keseringan. Kalau sudah musim hujan begitu, kan, banyak rumput yang merambat yang tadinya saya bisa berjalan biasa saja di situ, (kalau hujan) bisa kaki nyangkut, (lalu) jatuh. Kalau ada akar enggak kelihatan, kadang-kadang tertutup rumput, kaki saya nyangkut di akar pun jatuh juga. Kalau berdarah-darah sudah sering, sudah biasa juga,” lanjut Tini.
Tini rutin membeli buah pepaya dan pisang menggunakan uang pribadinya, untuk diberikan kepada owa jawa.
Setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, Tini merawat empat ekor owa jawa dengan usia yang beragam.
Ke depannya, Tini bertekad untuk terus merawat owa jawa agar kelangsungan hidupnya terjamin dan tidak punah adri habitat aslinya.
“Sampai napas terakhir. InsyaAllah seberat apa pun, selama ini saya sudah merasakan perjuangan yang berat. Saya sering kelaparan, kesulitan, begitu banyak saya hadapi. Saya tetap dengan janji saya, akan tetap menjaga mereka dan memberikan mereka makan. Apa pun risikonya,” tutup Tini.