Pak Rudi pengajar di SDN Cikoneng. (Foto: DAAI TV)
Rudi Manggala Saputra (63) merupakan seorang guru honorer di SDN Cikoneng, Jawa Barat. Rudi mengajar secara sukarela selama puluhan tahun demi mencerdaskan generasi muda di desa.
Perjuangan Rudi untuk mencerdaskan anak bangsa patut diapresiasi. Bermula dari sebuah kelompk belajar kecil di Kampung Rawa Gede, Kab. Bogor, Rudi berhasil mendirikan sekolah dasar (SD) bagi anak-anak untuk belajar.
Rudi mengatakan, kisahnya dimulai pada tahun 1984 saat dirinya mendirikan sebuah kelompok belajar di Kampung Rawa Gede.
Saat itu, kelompok belajar yang dipimpin Rudi rutin belajar bersama di rumah Rudi. Namun, semakin hari anak-anak yang tertarik untuk belajar menjadi semakin banyak.
“Anak yang berminat untuk belajar itu semakin hari semakin banyak. Mulai dari 15 anak, lalu 30 anak, sampai lebih dari 40 anak,” ujar Rudi kepada DAAI TV, dikutip Jumat (11/8).
Melihat antusiasme tersebut, Rudi pun memindahkan tempat belajar mereka ke sebuah saung penimbangan the berukuran 6 m x 5 m agar bisa menampung lebih banyak anak.
Setelah dua tahun berjalan, Rudi pun mencoba datang ke Desa Tugu Utara untuk melapor kepada kepala desa setempat, tekait kegiatan kelompok belajarnya di Kampung Rawa Gede.
Mendengar kegiatan ini, kepala desa yang merasa tertarik pun mengunjungi sekolah tersebut untuk melihat langsung kegiatan kelompok belajar yang diadakan oleh Rudi.
“Kepala desa datang dengan ditemani oleh Kepala Sekolah SDN Ciburial. Saat itu dia terharu, akhirnya salah satu kepala sekolah SDN Ciburial merangkul kami. Di tahun itu, (kelompok belajar) saya resmi menjadi SD Filial atau Sekolah Kelas Jauh dari SDN Ciburial,” kata Rudi.
Setelah resmi menjadi sekolah kelas jauh, kebutuhan administrasi pun ditanggung langsung oleh pihak SDN Ciburial.
Mereka juga memberikan buku kurikulum, peralatan pendukung sekolah, alat tulis, dan buku pelajaran. Namun, saat itu pihak sekolah mengatakan belum mampu untuk memberikan honor guru.
Melalui kerendahan hatinya, Rudi pun rela tidak diberikan honor dan tidak memungut biaya sekolah kepada anak-anak. Asalkan, sekolah bisa terus berjalan seperti biasanya.
(Pak Rudi dan murid-muridnya. Foto: DAAI TV)
Mendirikan Sekolah
Sekitar tahun 1989, Rudi mendapatkan bantuan dari seseorang yang merasa prihatin melihat kegiatan belajar-mengajar (KBM) di Kampung Rawa Gede.
“Akhirnya dia meyumbangkan uang Rp2,5 juta untuk membangun sarana pendidikan di sana. Menggunakan uang itu, saya coba bangun sekolah berukuran 15 m x 7 m. Sekolah itu dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu 1 untuk ruang perpustakaan, 1 ruangan untuk murid kelas 1, 2, dan 3, lalu 1 ruangan lagi untuk murid kelas 4, 5, dan 6. Sampai tahun 1996 saya mengajar sendirian sebagai guru di sana,” jelas Rudi.
Selain mengajar, Rudi juga melakukan beberapa pekerjaan sampingan seperti menjadi juru parkir dan menjaga toilet untuk menyambung hidupnya sehari-hari.
Ia bercerita, suatu hari saat sedang menjadi juru parkir, ia pernah disambangi oleh seorang pendatang yang penasaran dengan SD Filial dari SDN Ciburial yang dijalankan olehnya.
Pendatang tersebut pun pulang dan berjanji akan mengunjungi Rudi sambil melihat proses KBM di sekolah tersebut.
Setelah beberapa waktu berselang, pendatang itu pun menepati janjinya untuk mengunjungi Rudi di SD Filial dari SDN Ciburial. Akhirnya, Rudi baru mengetahui bahwa pendatang tersebut adalah seorang camat di daerah Cisarua.
Setelah melihat kondisi di sekolah tersebut, akhirnya Rudi mendapatkan bantuan dari camat untuk mendirikan sekolah yang lebih layak. Setelah mendapatkan dana bantuan kurang lebih Rp37 juta, sekolah itu pun dibangun ulang dengan ukuran 27 m x 7 m dan dipindahkan ke wilayah Cikoneng, Kabupaten Bogor.
Sekolah yang dibangun tersebut pun langsung diresmikan oleh Bupati Bogor kala itu, menjadi SDN Cikoneng. Untuk mendukung operasional sekolah, Rudi dibantu oleh 1 kepala sekolah dan 2 guru honorer tambahan.
Sampai saat ini, SDN Cikoneng telah mendapatkan lebih banyak bantuan, sehingga memiliki ruang kelas yang utuh dan dilengkapi dengan musala, perpustakaan, dan ruang guru.
Jumlah murid yang bersekolah di sana pun meningkat pesat, sampai menyentuh 142 murid dari kelas 1-6 SD.
Meski demikian, sampai saat ini Rudi masih berstatus sebagai guru honorer tanpa ada kepastian untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kalau tidak ada orang yang mau mengajarkan anak-anak dengan sukarela, lalu siapa lagi? Mereka itu, kan, putra-putri kita, bangsa kita, ada di negara kita. Saat itu belum ada yang peduli untuk melakukan kegaiatan yang saya lakukan di tempat itu. Kalau sekarang pada mau jadi guru, dulu nggak ada. Saya sendiri punya kekurangan, tapi saya ingin bermanfaat bagi orang lain,” ungkap Rudi.
(Pak Rudi mengajar di kelas)
Melanjutkan Pendidikan untuk Beradaptasi
Untuk bisa terus mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang berubah dengan cepat, Rudi pun memutuskan untuk berkuliah di Universitas Terbuka (UT) dan mengambil Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Rudi mengaku, salah satu hal yang memotivasinya untuk berkuliah adalah anak didiknya. Menurut Rudi, dirinya tidak bisa melihat anak didiknya berjuang mengenyam pendidikan tinggi, tetapi dirinya tidak ikut untuk maju dan melakukan penyesuaian agar bisa mengimbangi mereka.
Saat ini, Rudi telah menyelesaikan 10 semester perkuliahan di UT. Hanya tinggal satu mata kuliah lagi yang harus ia selesaikan sebelum akhirnya bisa meraih gelar sarjana.
Untuk biaya kuliah sendiri, Rudi mengaku banyak mendapatkan bantuan dari masyarakat sekitar yang juga peduli akan pendidikan.
Tidak heran jika Rudi menganggap pendidikan adalah hal yang penting untuk dijalani. Apalagi jika melihat perjuangannya dalam mencerdaskan anak-anak di SDN Cikoneng.
“Melalui pendidikan itu kita bisa membuka jendela dunia. Melalui pendidikan, pandangan kita jadi lebih luas, lebih punya pemikiran ke depan. Coba sekarang kalau nggak punya pendidikan sebatas apa, sih? Bisakah berkembang tanpa ada pendidikan?” pungkas Rudi.
Ia percaya, muridnya bisa berkembang dan hidup dengan lebih baik jika memiliki pendidikan yang layak. Selain itu, muridnya juga bisa menyebarkan lebih banyak ilmu kepada orang lain jika telah mengenyam pendidikan tinggi.
Melalui dorongan kuat untuk belajar, Rudi berharap bisa meningkatkan taraf hidup banyak orang, sehingga kehidupan mereka bisa lebih baik lagi.
Rudi mengaku, dirinya akan sangat bangga jika bisa melihat anak didiknya bisa lebih maju dan punya kehidupan yang lebih baik.
Ke depannya, Rudi berencana untuk terus mengajar selama kakinya masih sanggup untuk melangkah ke sekolah.
Kalaupun dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pihak sekolah, Rudi berencana untuk membuka perpustakaan di rumahnya untuk membantu anak-anak belajar.
Hal yang terpenting, kata Rudi, ditinya masih bisa bermanfaat dan memberikan manfaat bagi orang lain.
“Saya berharap kehidupan anak-anak bisa lebih maju daripada orang tuanya. Mulai dari yang buta huruf mereka jadi tahu. Kemudian bisa lebih jauh melangkah melalui ilmu yang dimiliki. Satu hal yang penting kita tanamkan pada hati dan diri sendiri, adalah kepercayan, serta berusaha untuk maju,” tutup Rudi.