Salut! Pemuda Ini Bantu Gendong Seorang Nenek yang Patah Kaki Menuruni Gunung
Sekumpulan pemuda berhasil menggendong seseorang nenek bernama Ursula Bannister (79) yang mengalami patah kaki saat mendaki gunung sendirian, di negara bagian Washington, Amerika Serikat (AS).
Pada Agustus 2024 lalu, Ursula Bannister yang tinggal di Tacoma, Washington, AS, melakukan pendakian ke High Rock Lookout yang merupakan sebuah titik pandang di dekat Ashford.
Tempat tersebut, merupakan lokasi di mana Banniester menaburkan abu mendiang sang ibunda pada 23 tahun lalu.
Menyitat dari Washington Post, pendakian ini merupakan agenda kunjungan tahunan Bannister untuk bertemu ibunya.
Bannister sendiri, biasanya mendaki dengan anggota keluarga atau temannya, di sepanjang jalur 3,2 mil ini yang merupakan jalur pendakian yang relatif sulit.
Namun, pada tahun ini Bannister mendaki sendirian dan mengira ia akan baik-baik saja karena ia adalah seorang pendaki yang berpengalaman.
“Jalur ini curam sehingga dianggap sebagai pendakian yang sulit, tetapi karena saya sudah sering melakukannya, saya tidak merasa gugup,” ujar Bannister dikutip Selasa, (1/10).
(Proses penyelamatan nenek Ursula Bannister. Foto: The New York Post)
Mengalami Patah Tulang
Bannister tiba di jalur tersebut sekitar pukul 11.00 dan berjalan menuju tempat pengamatan. Saat kembali turun, Bannister salah melangkah dan kakinya tersangkut di sebuah lubang di tanah. Ia pun terjatuh ke depan.
“Pada saat saya duduk, kaki saya mengarah ke arah yang salah. Saya langsung tahu bahwa kaki saya patah. Saya mencoba bangun dengan tongkat pendakian saya dan tongkat itu menimpa saya,” ungkapnya.
Setelah berteriak minta tolong, tak lama kemudian seorang pria asing menghampiri dan menelepon nomor darurat 911.
Kemudian, mereka diberitahu bahwa tim pencarian dan penyelamatan akan tiba dalam waktu lima jam.
“Itu tidak terlalu menggembirakan. Saya meminta orang ini untuk bertanya kepada siapa pun apakah mereka memiliki obat penghilang rasa sakit, karena pada saat itu, rasa sakitnya cukup besar,” lanjut Bannister.
Sayangnya, saat itu tidak ada seorang pun di sekitarnya yang punya obat penghilang rasa sakit. Namun, dua orang pemuda yang sedang berjaga datang untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ketika mereka melihat Bannister tergeletak di tanah sambil menahan sakit, mereka segera mengajukan tawaran untuk menggendong Bannister ke bawah jalan setapak.
(Proses penyelamatan nenek Ursula Bannister. Foto: The New York Post)
Digendong Hingga Kaki Gunung
Troy May (20), seorang penerbang Angkatan Udara AS yang ditempatkan di Pangkalan Gabungan Lewis-McChord, hari itu sedang berjaga-jaga bersama tunangannya dan seorang teman yang berkunjung dari New Mexico.
“Saya tahu saya mampu membawanya turun. Saya benar-benar tidak membuat banyak keputusan, saya hanya tahu bahwa saya harus membawanya turun jika saya bisa,” jelas May.
May kemudian menurunkan Bannister ke punggungnya dan mulai menuruni gunung. May menggendongnya hampir sepanjang perjalanan selama hampir tiga jam, dan temannya, Layton Allen, melanjutkan menggendong Bannister selama perjalanan.
Melihat pemandangan tersebut, orang lain pun mulai ikut membantu. Tak lama setelah pendakian, sepatu bot May mulai melepuh.
Seorang pria yang tidak ia kenal di jalan setapak melihat situasi tersebut dan memberikan sepatunya kepada May.
Tak lama, seorang terapis fisik membalut kaki Bannister sebelum mereka menuruni jalan setapak dan membuat belat darurat untuk kakinya dari potongan-potongan kayu. Seorang terapis okupasi, turut melakukan latihan pernapasan dengan Bannister untuk membantu menenangkannya.
“Itu hanya satu kebaikan. Saya sangat bersyukur karena orang-orang ini benar-benar keluar dari hutan untuk menolong saya, mereka benar-benar tidak egois dan baik hati,” lanjutnya.
Selama pendakian, para penyelamat Bannister berbagi cerita dan mengajukan pertanyaan kepada Bannister tentang kehidupannya untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakitnya.
Bannister pun bercerita tentang masa kecilnya di Jerman, serta bagaimana rasanya pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1959 ketika dia berusia 14 tahun.
“Dia punya banyak cerita keren. Kami berusaha membuatnya terus berbicara agar pendakian berjalan lebih cepat, kami benar-benar memiliki tim yang hebat,” kisah May.
Tak sia-sia upaya para penyelamat untuk mengalihkan perhatian Bannister pun berhasil.
(Nenek Ursula Bannister dalam proses pemulihan. Foto: The New York Post)
Tiba dengan Selamat di RS
Begitu mereka sampai di tempat parkir, Allen mengantar Bannister ke Rumah Sakit Umum Tacoma yang berjarak sekitar dua jam perjalanan dan May mengikuti mereka dengan mobilnya. Mereka menunggu di rumah sakit sampai putra Bannister tiba.
“Saya pikir orang-orang ini berperilaku seperti malaikat yang datang dari langit. Saya hanya bersyukur bahwa mereka bersedia melakukan hal ini,” kata Bannister.
Di rumah sakit, Bannister mengetahui bahwa kakinya patah di tiga tempat, yakni di tulang tibia, fibula, dan tumit.
Tim gawat darurat yang menangani Bannister, sangat terkesan dengan belat yang dibuat oleh terapis yang menolongnya di gunung. Dokter juga mengatakan kepada Bannister, bahwa kerusakannya mungkin akan lebih buruk jika Bannister menunggu lebih lama untuk mendapatkan bantuan medis.
Setelah ditangani, Bannister tiba di rumah pada malam harinya pada pukul 1 pagi dengan kruk, serta harus menunggu selama 1 minggu sampai pembengkakannya mengecil, sebelum dia bisa menjalani operasi.
“Saya sekarang adalah pemilik 11 sekrup dan pelat titanium di kaki saya,” kisah Bannister.
Selama beberapa minggu terakhir, Bannister telah pulih dengan menggunakan kursi roda. Para dokter bedah ortopedi berharap, dia akan dapat menumpu kaki kanannya dalam waktu 4-6 minggu.
“Saya sedang dalam masa penyembuhan. Saya berada di jalan yang benar,” ungkapnya.
Selama masa pemulihannya, orang-orang yang membantu Bannister telah berkunjung beberapa kali. Termasuk May yang menerima Medali Prestasi Angkatan Udara pada 9 September karena telah membantu menyelamatkan Bannister.
Meskipun patah kaki itu menyakitkan dan tidak menyenangkan, tetapi Bannister bersyukur karena banyaknya orang asing yang mendukungnya menjadikan hal tersebut menjadi pengalaman yang positif.
“Saya rasa kami akan berteman untuk waktu yang sangat lama. Hal itu jauh lebih berharga daripada patah kakinya. Kami semua terhubung,” tutup Bannister.