Sering Dipakai Memasak, Benarkah Penggunaan Air Keran Bisa Picu Batu Ginjal?

12 Desember 2024

Ilustrasi minum air

Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menggunakan air keran untuk memasak sehari-hari. Namun, benarkah penggunaan air keran untuk memasak bisa memicu terjadinya batu ginjal?

Belum lama ini, warganet di media sosial X (sebelumnya Twitter) mendebatkan keamanan penggunaan air keran untuk memasak sehari-hari.

Guys sebenernya boleh gak sih masak mie pake air keran? Aku ini first time masak mie di kost pake air galon, siapa tau aslinya boleh pake keran,” tulis pengunggah, dikutip Kamis (12/12).

Unggahan ini pun memicu banyak perdebatan antara warganet. Ada yang mengatakan bahwa air keran boleh digunakan untuk memasak, tetapi ada juga yang mengatakan tidak baik digunakan untuk memasak.

Beberapa di antaranya bahkan mengatakan bahwa penggunaan air keran untuk memasak bisa memicu batu ginjal. Bagaimana faktanya?

 

Pengertian Batu Ginjal

Batu ginjal atau dalam istilah medis disebut nefrolitiasis, adalah kondisi terbentuknya endapan keras seperti batu di dalam ginjal atau saluran kemih. Batu ini terbentuk dari zat-zat kimia dalam urine yang mengkristal dan mengeras seiring waktu.

Batu ginjal adalah masalah pada organ ginjal yang disebabkan oleh tingginya kadar zat kimia pembentuk kristal dalam urine, yaitu asam urat, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat. Zat-zat ini sulit dihancurkan oleh cairan pada urine.

Apabila terus menumpuk, zat kimia tersebut dapat membentuk kristal yang menyerupai batu. Selain itu, terbentuknya batu ginjal juga bisa disebabkan oleh kekurangan zat yang mencegah pembentukan kristal dalam urine.

 

Air Keran Bisa Menyebabkan Batu Ginjal?

Mitra, P., dkk. (2018) meneliti hubungan konsumsi air sadah terhadap kemunculan penyakit batu ginjal pada 1.266 pasien di Bengal, India.

Air sadah adalah air yang memiliki kadar mineral tinggi, terutama ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat.

Air keran biasanya merupakan air sadah, karena air keran mengandung mineral kalsium dan magnesium yang lebih banyak dari air keran biasa.

Air yang digunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dari daerah-daerah dengan kasus batu ginjal 0%-1%, selama tiga kali setahun.

Sampel air minum ini dianalisis berdasarkan pH, alkalinitas, kesadahan, total zat terlarut (TDS), konduktivitas listrik (EC), dan salinitas.

Dari keseluruhan pasien, sebanyak 46,4% pasien batu ginjal mengonsumsi air lebih dari 3L, sedangkan 53,6% pasien mengonsumsi kurang dari 3L air setiap hari.

Hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa kualitas air tidak berpengaruh terhadap kemunculan penyakit batu ginjal.

Hal yang paling berpengaruh terhadap pembentukan batu ginjal, adalah kuantitas air yang dikonsumsi setiap orang.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: