Siap-siap, OJK Berencana Bakal Potong Gaji Pekerja untuk Program Pensiun Tambahan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memotong gaji pekerja untuk program pensiun tambahan. Bagaimana skemanya?
Menyitat dari BBC Indonesia, OJK menyebut bahwa peraturan pemerintah mengenai hal ini masih digodok.
Meski demikian, OJK menyatakan bahwa dana pensiun wajib ini arahnya akan disalurkan melalui lembaga pengelola nonbank berupa Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
Di Indonesia sendiri, ada dua jenis lembaga keuangan nonbank yang bisa mengelola dana pensiun di Indonesia, yakni DPPK dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Menurut OJK, rencana ini adalah tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Di dalam aturan ini, pemerintah dapat memberlakukan pungutan wajib untuk iuran dana pensiun pekerja, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masa tua.
Pasal 189 ayat 4 UU itu menyebutkan bahwa program pensiun tambahan wajib ini dapat dikenakan bagi pekerja dengan penghasilan dan kriteria tertentu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu bentuk PP program pensiun itu.
“Dengan kriteria-kriteria tertentu yang nanti akan diatur dalam peraturan pemerintah. Kami dalam hal ini masih menunggu bentuk dari PP terkait Program Pensiun,” kata Ogi dalam keteranganya, dikutip Selasa (10/9).
Nantinya, OJK akan bertindak sebagai pengawas dalam harmonisasi seluruh program pensiunan tersebut.
Apa Tujuannya?
Adapun program pensiun wajib baru ini bertujuan untuk meningkatkan manfaat uang pensiunan yang didapat. Ogi mencatat, para pensiunan selama ini hanya menerima manfaat dana pensiun sekitar 10%-15% dari gaji terakhir mereka.
Sementara itu, standar dari International Labour Organization (ILO) jauh lebih tinggi, yakni mencapai 40%. Oleh karena itu, UU PPSK memberikan ruang bagi pemerintah agar dapat membuat program pensiun wajib yang baru.
Menurut Ogi, pelaksanaan program pensiun ini juga bisa menjaga kesinambungan penghasilan setelah memasuki usia pensiun.
Dengan demikian, para pensiunan setelah dinyatakan masuk dalam usia pensiun akan menerima manfaat pensiun secara bulanan dan berkala.
“Itu prinsip daripada pensiunan, program pensiunan. Ketika seseorang itu pensiun, maka diperkenankan 20%-nya itu bisa ditarik sekaligus pada saat yang bersangkutan pensiun. Namun, 80%-nya itu dilakukan pembayaran berkala bulanan, baik oleh program dana pensiun pemberi kerja maupun oleh dana pensiun dalam produk anuitas yang diberikan oleh perusahaan asuransi dan itu adalah prinsipnya seperti itu,” sambungnya.
Ogi melanjutkan, untuk program anuitas di masa sebelum POJK 27/2023 dan juga POJK 8/2024 diterbitkan, maka dalam praktiknya kurang dari sebulan anuitas itu dicairkan atau di-reedem.
Produk anuitas, adalah salah satu instrumen asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara bulanan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun, janda/duda, anak untuk jangka waktu tertentu atau secara berkala.
“Nah, itu dikenakan rendah sampai dengan 5%. Nah, tetapi kami melihat bahwa itu tidak, kurang pas untuk menjadi program pensiunan, harusnya itu anuitas itu diberikan secara berkala setiap bulan. Jadi kalau itu tidak dapat dicairkan selama 10 tahun, itu kurang pas juga,” katanya.
Jadi, kata Ogi, program pensiun anuitas berbeda dengan tabungan hari tua, atau jaminan hari tua yang ada di BPJS TK yang bisa dicairkan secara tunai.
Sementara itu, jaminan pensiun JP yang ada di BPJS TK juga prinsipnya adalah prinsip dana pensiun tidak bisa dicairkan, tapi diterima dana pensiunnya setiap bulannya.
“Jadi itu penjelasan dari kami, dan kami atur dalam POJK 27-2023 tentang penyelenggaraan usaha dana pensiun, dan juga terkait dengan POJK 8-2024 yang terkait dengan kontrak asuransi dan distribusi untuk asuransi,” pungkasnya.
Akumulasi Dana Pensiun Bisa Meningkat
Ogi menyatakan, akumulasi dana pensiun berpotensi mencapai 20% dari total PDB setelah akhir penerapan Peta Jalan Pengembangan Dana Pensiun 2024-2028.
“Dari riset tadi potensinya itu bisa 20% dari PDB ya, tapi kan kita tidak bisa langsung mendapatkan angka itu, ya, pelan-pelan,” ucap Ogi.
Ia menyampaikan, per Juni 2024 total dana pensiun mencapai Rp1.448,28 triliun, atau naik 7,58% year-on-year (yoy) dengan compound annual growth selama 2020-2023 sebesar 9,9%.
“Nah kalau dibandingkan dengan persentase terhadap PDB Indonesia 2023 itu ternyata baru 6,73% dari PDB kita yang sebesar Rp20.892,4 triliun, artinya peluang untuk tumbuh masih besar,” katanya.
Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, Ogi mengatakan bahwa berbagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam program dana pensiun harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan.
Ogi menilai, tidak hanya melakukan intensifikasi dengan menambah iuran pensiun, tetapi diperlukan pula ekstensifikasi atau memperluas program dana pensiun.
Salah satu upaya ekstensifikasi yang dapat dilakukan, lanjutnya, adalah dengan adanya tambahan iuran peserta program pensiun bagi masyarakat berpendapatan tertentu.
Selain itu, perseroan juga dapat membentuk dan menempatkan dana pesangon pegawai pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) untuk memaksimalkan manfaat yang dapat diberikan.
“Jadi bersama-sama intensifikasi dan ekstensifikasi, sehingga akumulasi dana pensiun itu akan meningkat,” ujar Ogi.
Ogi berharap, dengan semakin meningkatnya nilai PDB Indonesia, maka akumulasi dana pensiun pun akan semakin tumbuh, sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian nasional, serta menjadi pendorong pembangunan nasional.
“Kan PDB kita juga meningkat, jadi kalau akumulasi dana pensiun naik 5%, PDB juga naik 5%, ya, persentasenya tidak berubah gitu kan. Jadi, peningkatannya harus lebih tinggi dari peningkatan PDB kita,” tutup Ogi.
OJK telah meluncurkan Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028 pada awal Juli 2024.