Hadirkan Pegiat Budaya, DAAI TV Luncurkan Program Dokumenter Pelindung Alam

22 Agustus 2024
Program Pelindung Alam. (Foto: DAAI TV)

DAAI TV resmi menghadirkan program dokumenter terbaru bertajuk Pelindung Alam bersama dengan mahasiswa dan pegiat budaya, pada Kamis (22/8).

DAAI TV mempersembahkan program dokumenter Pelindung Alam yang mengisahkan masyarakat adat di Indonesia, dalam menjaga alam dan budayanya di tengah perubahan yang deras.

Lebih dari itu, program ini juga menampilkan bagaimana nilai-nilai kearifan mereka bisa dipertahankan, diadaptasi, dan dikontekstualisasikan bagi masyarakat umum.

Peluncuran program dokumenter kali ini, turut menghadirkan mahasiswa, tokoh budaya, dan hiburan yang kental akan kearifan Nusantara.

Di antaranya adalah juru bicara Kasepuhan Cipta Gelar Yoyo Yogasmara (Kang Yoyo), Sutradara Riri Riza, pertunjukkan Tarian Mappadendang, serta penampilan dari Penyanyi Debora.

Selain disuguhkan oleh penampilan menarik, peluncuran program Pelindung Alam juga sekaligus menggaungkan kampanye ‘Mencintai Indonesia’.

Manajer PR DAAI TV Dyatmika Wulan Marwati menjelaskan, kampanye ini bertujuan untuk mengajak masyarakat kembali melihat tradisi dan budaya Indonesia, sehingga anak-anak muda bisa mengenal dan bisa memahami budaya setempat.

“Secara keseluruhan, respons yang saya dapat, ya, mereka sangat-sangat terharu. Pertama, terharu karena ternyata Indonesia itu punya sedemikian banyak kearifan lokal yang mungkin selama ini tidak pernah mereka lihat, tidak pernah mereka dengar. Pada saat pemutaran film, mereka jadi tahu beberapa filosofi dan juga tradisi dan kearifan lokal di komunitas-komunitas adat,” ujar Mika dalam peluncuran Pelindung Alam, Kamis (22/8).

Ke depannya, kata Mika, pihak DAAI TV juga akan melakukan roadshow ke beberapa kampus untuk memperkenalkan program ini kepada para mahasiswa. Salah satu upayanya, adalah melalui DAAI Goes to Campus yang memang rutin dilakukan sejak dulu.

“Jadi kami ingin anak-anak muda ini bisa melihat, memahami, dan belajar. Kemudian, nanti juga mungkin kita juga akan ada adakan acara ada DAAI Goes to Campus. Jadi, nanti biasanya di situ ada nonton bareng, kemudian ada diskusi. Nah, itu yang kita lakukan supaya mereka juga ada insight, sehingga bisa mengetahui sebenarnya apa saja, sih, yang ada di Indonesia,” lanjut Mika.

Pada kesempatan yang sama, Eksekutif Produser Pelindung Alam Sapto Agus Irawan menjelaskan, kisah masyarakat adat penting untuk diceritakan kembali karena mereka memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ruang hidupnya.

“Pengetahuan itu muncul dari hasil interaksi mereka dengan alam yang menghasilkan nilai-nilai kearifan dan filosofi yang bisa dipelajari dan ditiru, untuk menghadapi tantangan perubahan lingkungan di tengah krisis iklim,” tutur Sapto.

Sapto melanjutkan, pesan yang ingin disampaikan melalui film ini, adalah agar masyarakat luas menyadari pentingnya menjaga alam dan kebudayaan menuju hidup yang selaras dengan alam dan lingkungan.

 

Menargetkan Kawula Muda

Meskipun mengakomodasi budaya daerah, tetapi program dokumenter Pelindung Alam menargetkan penonton kawula muda karena pengetahuan dari masyarakat adat ini, penting menjadi panduan mereka untuk melangkah ke depan.

“Di mana saat ini kita sedang menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan sosial yang berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan,” lanjut Sapto.

Program Pelindung Alam, kata Sapto, juga berbeda dari program budaya yang lain karena program ini lebih dominan bercerita tentang nilai-nilai filosofis dan kearifan lokal, ketimbang sekadar bercerita bentuk fisik kebudayaan yang mereka hasilkan.

 

Tantangan Proses Produksi

Sapto mengatakan, proses produksi satu episode memakan waktu 8-12 hari. Selama proses syuting berlangsung, jelas Sapto, tim produksi tidak pernah menerima penolakan karena sebelumnya tim produksi sudah melakukan riset dan pendekatan.

Hanya saja, setiap daerah tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal birokrasi perizinan.

Adapun tantangan saat produksi umumnya terkait dengan kondisi alam, serta beberapa aturan-aturan adat yang harus ditaati.

“Misalnya, di masyarakat adat Marapu, sebelum produksi mereka melakukan ritual terlebih dahulu untuk meminta izin pada leluhur meraka apakah produksi boleh dilakukan atau tidak. Ritual itu harus dilakukan pada saat kami sudah ada di lokasi. Bersyukur leluhur mereka memberikan ijin untuk melakukan produksi dokumenter. Di luar itu, misalnya ada lokasi-lokasi yang tidak boleh diambil gambarnya dan harus melepas alas kaki selama liputan dan berbaju hitam di Kajang,” ungkap Sapto.

Ia berharap, melalui tayangan dokumenter ini masyarakat umum tetap mendukung, menghargai, dan tetap memberikan ruang bagi masyarakat adat dalam kehidupan karena mereka telah berkontribusi sangat besar dalam menjaga lingkungan.

“Rencana ke depan adalah akan dibuat season berikutnya, memutar di komunitas, sekolah, atau kampus dan mengikut sertakan film-film ini dalam festival film,” tutup Sapto.

Secara total ada 13 episode dokumenter Pelindung Alam yang menampilkan budaya masyarakat adat dari berbagai daerah.

Ada pula tambahan satu episode kompilasi yang merangkum keseluruhan kisah dari 13 episode tersebut, dengan durasi lebih panjang, yaitu 60 menit.

Saksikan program dokumenter Pelindung Alam di DAAI TV, mulai Kamis (22/8) pukul 19.30 WIB dan platform DAAI+.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: