Pahlawan Lingkungan, Petani di Tiongkok 16 Tahun Belajar Hukum untuk Tuntut Perusahaan yang Cemari Desanya

Wang Enlin (71) rela belajar hukum selama 16 tahun untuk bisa menggugat perusahaan pengolahan mineral dan produksi bahan kimia yang telah mencemari desanya selama bertahun-tahun.

Wang tinggal di Desa Yushutun, di pinggiran Qiqihar, Provinsi Heilongjiang, Tiongkok. Wilayah ini terkenal dengan pertanian dan tanaman pangannya.

Namun, belakangan Wang merasa wilayah desanya tercemar oleh limbah yang dibuang Qihua Chemical Group, anak perusahaan ChemChina, sebuah perusahaan kimia terbesar di Tiongkok.

Menyitat dari situs Says, Wang mengeklaim, Qihua pertama kali membuang air limbah berbahaya di dekat tanah Wang pada tahun 2001, sehingga ia tidak dapat menanam tanamannya.

Saat itu, air mulai bocor ke rumahnya pada malan Tahun Baru Imlek, ketika Wang sedang merayakannya bersama teman-teman dan tetangganya.

Qihua dilaporkan telah mengeluarkan 15.000 hingga 20.000 ton limbah kimia tahunan dari pabrik polivinil klorida. Limbah tersebut, baik dalam bentuk padat maupun cair, juga mencemari air di danau desa terdekat.

Hasilnya, pabrik Qihua menciptakan “gurun” seluas 71 hektare dengan residu kalsium karbida dan kolam seluas 478 hektare dengan limbah cairnya.

Wang yang bertekad kuat, kemudian mulai belajar hukum dan mencari cara untuk memperjuangkan hak-hak dirinya dan penduduk desa.

“Saya tahu bahwa saya berada di pihak yang benar, tetapi saya tidak tahu hukum apa yang telah dilanggar oleh pihak lain atau apakah ada buktinya,” ujar Wang, dikutip Senin (18/11).

(Wang Enlin)

Memulai Gugatan Panjang

Perjuangan Wang dimulai pada tahun 2001, ketika komite desa menyewakan lahan seluas 28,5 hektare kepada Qihua untuk digunakan sebagai tempat pembuangan limbah kimia tanpa persetujuan penduduk desa.

Penduduk desa mengeklaim, bahwa perusahaan tersebut gagal melakukan tindakan pengendalian limbah yang sesuai ketentuan.

Wang mengatakan, ia akhirya merasa terdorong untuk belajar hukum setelah menyadari bahwa ia tidak memiliki pengetahuan atau sumber daya yang cukup untuk menghadapi kekuatan perusahaan besar.

Wang sendiri hanya sempat mengenyam pendidikan formal hingga usia 10 tahun. Demi memperjuangkan hak warga desa, Wang mempelajari hukum secara otodidak dengan berbekal satu buku teks dan sebuah kamus.

“Tidak masalah pada saat itu apakah Anda mendapatkan pendidikan (atau tidak). Itu tidak akan mengubah nasib Anda,” ungkap Wang.

Wang bahkan rela menukar jagung dengan pemilik toko buku agar ia diizinkan untuk menggunakan buku-buku tersebut. Ketika dia belajar tentang hukum pengelolaan lahan Tiongkok dan hukum perlindungan lingkungan, Wang mulai mendidik tetangganya tentang hak-hak hukum mereka juga.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Wang untuk bisa mempelajari hukum. Apalagi, ia harus bersusah payah mencari istilah-istilah yang tidak dikenalnya dalam kamus.

Setelah petisi yang ia ajukan kepada pihak berwenang tidak membuahkan hasil, Wang kemudian menerima bantuan pada tahun 2007 dari Pusat Bantuan Hukum untuk Korban Polusi yang membantu penduduk desa menyusun gugatan menggunakan bukti yang telah ia kumpulkan.

Selanjutnya, di tahun 2013 Green Beagle Institute melakukan pengambilan sampel kadar merkuri di desa Wang. Hasilnya, lembaga ini menemukan bahwa lahan di desa Wang tidak cocok untuk kegiatan pertanian.

Namun, perjalanannya tidak mudah. Akibat berbagai pertimbangan, pengadilan baru bisa memproses kasus Wang pada tahun 2015.

Perjuangan Wang pun terbayar karena pengadilan memutuskan untuk memenangkan gugatan Wang atas Qihua Group.

Sebagai gantinya, Qihua Group harus memberikan 820.000 yuan (sekitar Rp1,8 miliar) kepada Wang dan penduduk desa.

Namun, Wang mungkin akan menghadapi pertarungan lebih lanjut karena perusahaan telah mengajukan banding.

“Kami pasti akan menang. Bahkan jika kami kalah, kami akan terus berjuang,” tutup Wang.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini: